Program BPNT Berpotensi Picu Kenaikan Harga Beras di Daerah

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 22 September 2017 | 17:48 WIB - Redaktur: Juli - 328


Jakarta, InfoPublik - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dinilai berpotensi menyebabkan harga beras di daerah naik. Pasalnya, mekanisme penyaluran yang sebelumnya dijalankan oleh Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) tergantikan oleh sistem kartu belanja elektronik (e-warung).

Untuk itu, Herman minta Bulog tetap dilibatkan dalam penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Menurutnya, sistem distribusi yang sudah diterapkan Bulog menjaga harga beras di daerah.

"Harga beras sejahtera (Rastra) seperti di Papua sekarang Rp1.600 per kilogram, sama dengan harga beras Rastra di Pulau Jawa, jika Bulog tidak menyediakan beras, maka harganya bisa di atas Rp20 ribu," kata Herman dalam FGD Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pangan di Kantor Perum Bulog, Jakarta, Jumat (22/9).

Menurut Herman, dengan BPNT, harga pangan terutama beras akan berfluktuasi tanpa kontrol Bulog. Sebab, dalam BNPT, masyarakat hanya diberi bantuan berupa saldo dalam kartu yang dapat dibelikan bahan pokok sesuai kebutuhan mereka. Masalahnya, tak ada yang mengontrol harga bahan pokok yang dijual di e-warung.

"Mekanisme ini berbeda dengan penyaluran Rastra yang harganya ditetapkan dari pusat. Jadi sayang jika mekanisme distribusi Rastra tergantikan,” ujarnya.

Herman menuturkan, sistem distribusi beras Bulog sudah terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga pelaksanaan rastra dapat dilakukan secara tepat waktu dengan harga yang sama di seluruh Indonesia. Dia meminta Bulog tetap harus dilibatkan dalam program peningkatan ketahanan pangan nasional.

"Kementerian Sosial bisa menjalankan BNPT, namun tidak akan bisa melakukan stabilisasi harga beras," ujar Herman.

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, nilai bantuan dalam kartu yang diterima masyarakat akan merosot jika harga bahan pangan naik.

Sementara, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang dijalankan oleh Kementerian Perdagangan belum membuahkan hasil. "Nilai voucher dapat tergerus oleh kenaikan harga beras," tutur Alamsyah.

Selain itu, dia juga menyorot sistem pergeseran persediaan Bulog menjadi penjualan di e-warung. Perlu dilakukan pengawasan pengelolaan transisi dan intergrasi pergeseran beban persediaan dari public stock ke private stock.

Sementara Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, Perum Bulog mencatat hingga Kamis 21 September 2017 stok beras yang ada di gudang sebanyak 1,6 juta ton. Jumlah tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia baik baras sejahtera (rastra) maupun beras cadangan pangan, dan komersial.

Menurutnya jumlah tersebut memang masih kurang dari kebutuhan beras konsumsi masyarakat per bulan. Tapi itu sudah bisa mencukupi hingga akhir bulan ini.

"Kalau konsumsi nasional dikatakan sebulan rata-rata itu 3 juta ton. Cukup (akhir bulan)," jelasnya.

Djarot menambahkan, pihaknya masih menampung jumlah serapan beras dari petani. Pasalnya stok sekarang 1,6 juta ton sementara kapasitas gudang bulog untuk beras mencapai 3,9 juta ton.

"Sekarang kapasitas total, kalau semua dalam kondisi siap 3,9 juta ton," tuturnya.