Jaga Stabilitas Harga Telur, Peternak Layer Minta Pemerintah Bentuk Konsorsium

:


Oleh Baheramsyah, Minggu, 27 Agustus 2017 | 08:53 WIB - Redaktur: Juli - 445


Jakarta, InfoPublik - Forum Peternak Layer (petelur) Nasional (PLN) meminta agar pemerintah bentuk konsorsium yang anggotanya terdiri dari peternak ayam rakyat, asosiasi pedagang telur dan asosiasi perusahaan ritel. Hal tersebut untuk menjaga stabilitas harga telur.

Saat ini harga telur masih tidak menentu sehingga membuat peternak ayam layer (petelur) harus menanggung kerugian. Bahkan kini populasi ternak ayam milik peternak rakyat menurun, seperti yang terjadi di Blitar, Jawa Timur.

Presiden Forum PLN Musbar menilai, karena posisi tawar peternak ayam petelur (layer) cukup rendah, maka harga jual telur ayam banyak ditentukan oleh posko-posko. Posko tersebut banyak bermain di wilayah Jawa Timur. Padahal provinsi tersebut merupakan sentra terbesar produksi telur nasional yakni hampir 40 persen dari total nasional.

“Harusnya pemerintah menjaga 40 persen pasar yang ada di Jawa Timur  tersebut agar  tata niaga telur dikuasai pedagang,” katanya di Jakarta, Sabtu (26/8).

Dengan adanya posko-posko tersebut, Musbar juga menganggap, kebijakan pemerintah yang menetapkan acuan harga telur Rp18 ribu/kg tidak bisa dirasakan peternak layer. Sebab jika telur dari Jawa Timur di pasarkan ke wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat, maka harga telur akan terkoreksi (turun) sekitar Rp1.200/kg.

Artinya harga telur di Jawa Timur tidak sampai Rp17 ribu/kg. Padahal di sisi lain harga jagung di Jawa Timur kini mencapai Rp 4.200-4.300/kg. Sementara harga acuang jagung yang ditetapkan Kementerian Perdagangan sebesra Rp 4 ribu/kg.

Jika untuk wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat, menurut Musbar, harga acuan telur Rp18 ribu/kg tidak masalah. Apalagi wilayah tersebut penyerapan telurnya sangat besar, hampir 65 persen dari kebutuhan nasional. “Harusnya pemerintah tidak menyetarakan harga acuan telur antara sentra produksi dan sentra konsumsi,” katanya.

Sementara menanggapi kebijakan pemerintah memangkas produksi ayam petelur guna menjaga stabilisasi harga, Musbar menilai, kebijakan tersebut memang menjadi cara paling cepat. Sayangnya kebijakan tersebut kurang mendapat respon dari perusahaan yang beternak secara intensif.

Seharusnya ayam petelur yang telah berumur 85 minggu sudah diafkir, tapi yang terjadi kadang sampai berumur 100 minggu baru diafkir. "Jika tidak segera difksir, maka produksi telur akan terus bertambah Mundur satu minggu saja, akan ada tambahan produksi telur cukup besar hingga 1.000 an ton/hari," katanya.