Pelaku Usaha Minta Pemerintah Kaji Ulang Soal HET Beras

:


Oleh Baheramsyah, Kamis, 17 Agustus 2017 | 07:01 WIB - Redaktur: Juli - 283


Jakarta, InfoPublik - Kalangan pelaku usaha perberasan, baik pengusaha penggilingan padi maupun pedagang berharap pemerintah lebih bijaksana dalam menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, bukan hanya untuk konsumen, tapi juga petani sebagai produsen maupun pelaku usaha perberasan.

“Masalah perberasan sangat penting. Jadi kami berharap keputusan pemerintah adalah yang terbaik untuk semua, terutama dalam menetapkan HET beras,” kata Ketua Umum Perhimpunan Penggilingan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso di sela-sela Pelantikan Pengurus Koperasi Perpadi Jaya Raya di Jakarta, Rabu (16/8).

Soal berapa besar HET beras, Sutarto menegaskan, harus dikaji dahulu seberapa besar yang layak. Dengan demikian, bukan hanya konsumen yang tersenyum, tapi produsen dan pedagang juga tersenyum.

Menurut mantan Dirut Perum Bulog, dalam menetapkan HET beras yang perlu diperhatikan pemerintah adalah kondisi harga gabah. Saat ini harga gabah di sentra produksi sudah mencapai Rp4.600-5.000/kg. Padahal di satu sisi harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) hanya Rp3.700/kg dan gabah kering giling (GKG) Rp4.600/kg. “Jadi sebelum menetapkan HET beras, pemerintah harus lihat dulu kondisi harga gabah yang terjadi,” tegasnya.

Dia mengakui, memang salah satu keinginan pemerintah adalah menyederhanakan tata niaga pangan, termasuk beras. Namun ada hal yang mesti pemerintah perhatikan juga dalam memperbaiki rantai pemasaran perberasan. Salah satunya adalah industri penggilingan padi skala kecil yang tumbuh di desa-desa.

Selama ini Sutarto menilai, penggilingan padi di desa kurang mendapat perhatian pemerintah, terutama dalam aspek kredit. Padahal mereka adalah penggerak ekonomi. Hal ini yang menurutnya harus dibina dan dibangunkan agar menjadi kekuatan ekonomi.

“Sekarang ini sebagian besar penggilingan tidak mempunyai mesin pengering, mereka lebih banyak mengeringkan gabah di lantai jemur,” tuturnya.

Sementara Ketua Koperasi Perpadi Jaya Raya terpilih Nellys Soekidi berharap, pemerintah menghitung dengan baik ketetapan HET beras. Memang dengan adanya HPP dan HET beras, harga komoditi pangan pokok bangsa Indonesia itu tidak akan terlalu rendah yang menyebabkan petani rugi, maupun terlalu tinggi yang memberatkan konsumen.

Karena itu pelaku usaha sudah mengusulkan agar ada perbedaan untuk HET beras medium, premium dan beras khusus. Selain itu HET juga membedakan kondisi wilayah produksi dan non produksi padi.

Sementara itu, Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (Kopic) Zulkifli menilai, pemerintah terlalu jauh melakukan intervensi terhadap pasar beras, dan tidak boleh pedagang untung Rp200/kg. Karena itu, pihaknya secara tegas menolak rencana HET beras tersebut. “Penetapan HET Rp9.000/kg tidak masuk akal. Dari mana hitungan pemerintah,” katanya.

Menurutnya, di PIC tidak hanya pedagang beras besar yang ada, tapi juga pedagang beras kecil yang menyewa kios ukuran 2x2 meter dan menjual hanya 30-50 ton/bulan. Jika keuntungan mereka Rp100/kg, maka dengan menjual 30 ton hanya mendapat Rp3juta/bulan. “Pedahal pedagang beras kecil itu harus bayar kontrak kios, listirk dan biaya yang lain,” katanya.

Karena itu Zulkifli mengusulkan, HET beras kualitas medium paling tidak Rp10 ribu/kg, sedangkan HET premium antara Rp4.500-15.000/kg. Hitungan tersebut sudah termasuk dengan harga beras yang dijual di pasar swalayan. “Untuk beras premium, industri beras perlu ongkos lebih besar, untuk pemolesan sampai pengemasanya. Belum lagi kalau masuk pasar swalayan,” tuturnya.