Produksi Nikel Nasional Mampu Penuhi Target Empat Juta Ton

:


Oleh Wawan Budiyanto, Kamis, 11 Mei 2017 | 20:10 WIB - Redaktur: Elvira - 357


Jakarta, InfoPublik - Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan optimis produksi nikel nasional dapat mencapai target sebanyak 4 juta ton pada tahun 2020 atau berkontribusi sebesar 10 persen untuk memenuhi kebutuhan dunia sebanyak 40 juta ton per tahun.

“Kami optimistis, karena Indonesia memiliki 32 titik proyek pemurnian dan pengolahan nikel yang tersebar di beberapa kawasan industri, antara lain di Konawe, Kolaka, Pulau Obi, Halmahera dan Morowali,” kata Putu dalam keterangan tertulis Kamis, (11/5). 

Saat ini, pemasok terbanyak nikel untuk kebutuhan dunia adalah Tiongkok yang juga sebagai pengimpor ore maupun bahan setengah jadi dari negara lain, termasuk Indonesia.

Di kawasan Indonesia Timur, menurut Putu, tengah difokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel. Salah satunya, Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah.

Kawasan tersebut memiliki lahan seluas 2.000 hektar yang ditargetkan akan menarik investasi sebesar USD6 miliar atau setara Rp78 triliun, serta menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 20 ribu orang dan tidak langsung sekitar 80 ribu orang.

Kemudian, Kawasan Industri Bantaeng memiliki luas 3.000 hektare yang diperkirakan akan menarik investasi sebesar USD5 miliar atau setara Rp55 triliun, dengan Harbour Group bertindak sebagai investor. 

Sedangkan, untuk Kawasan Industri Konawe, diprediksi akan menarik investasi sebanyak Rp28 triliun. 

“Berkembangnya industri smelter di dalam negeri, selain mampu mendorong perekonomian nasional, diharapkan juga dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat sekitar,” ungkap Putu. 

Untuk itu, diperlukan kemitraan strategis di antara pemangku kepentingan guna membawa kemajuan bersama. “Interaksi ini mulai dari para pelaku industri, tenaga kerja hingga pemerintah,” imbuhnya.

Dijelaskan Putu, langkah hilirisasi juga merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2015 tentang Sumber Daya Industri. Dalam peraturan tersebut, diatur mengenai pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Selanjutnya, pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam dalam rangka peningkatan nilai tambah Industri guna pendalaman dan penguatan struktur Industri dalam negeri, serta jaminan ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk Industri dalam negeri.