:
Oleh Wawan Budiyanto, Selasa, 9 Mei 2017 | 11:53 WIB - Redaktur: Elvira - 665
Tangerang, InfoPublik - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pertumbuhan industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, salah satunya dengan meminta produsen biodegradable plastic atau plastik yang mudah terurai secara alami untuk meningkatkan produksinya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, upaya tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pelestarian lingkungan hidup.
“Kami mendukung pabrik ini agar terus ekspansi dan mengembangkan teknologinya. Bahkan potensi investasinya masih cukup besar,” kata Airlangga dalam keterangan tertulisnya yang diterima InfoPublik, Senin (8/5) saat mengunjungi PT Inter Aneka Lestari Kimia dan PT Harapan Interaksi Swadaya di Tangerang, Banten.
Biodegradable plastic merupakan inovasi baru, produknya berupa kantong serupa plastik namun tidak memakai polyethylene ataupun polypropylene, sebagaimana plastik konvensional. Biodegradable plastic yang diproduksi oleh dua produsen tersebut menggunakan bahan dasar nabati, yaitu singkong.
Oleh karena itu, pihaknya memacu peningkatan produksi biodegradable plastic hingga lima persen dari jumlah kapasitas nasional saat ini sebesar 200 ribu ton per tahun untuk menggantikan plastik konvensional yang tidak ramah lingkungan.
“Sementara itu, konsumsi plastik di Indonesia mencapai lima juta ton per tahun, dan baru 50 persen yang bisa dipenuhi dari industri dalam negeri,” ujarnya.
Pemanfaatan plastik lebih banyak diserap oleh industri makanan dan minuman sebagai pengemasan produknya. Pasalnya sifat plastik yang lebih ringan, fleksibel, dan murah dibandingkan dari material kaca dan logam.
“Kalau bisa, dalam waktu dua tahun ini, produknya 10 kali lipat makin banyak. Jadi, tidak hanya menggantikan untuk shopping bag tetapi juga packaging secara keseluruhan, dan tidak hanya di pasar modern tetapi juga tradisional,” harapnya.
Pemerintah menyadari bahwa tidak akan bisa untuk menghapus penggunaan produk plastik secara keseluruhan. Namun, yang paling memungkinkan adalah memakai ulang plastik (reuse), mengurangi pemakaian plastik (reduce), mendaur ulang sampah plastik (recycle), serta mengembalikan ke alam (return) melalui penguraian alami (biodegradable).
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan supaya penggunaan non-plastik ini bisa dipergunakan lebih luas.
“Karena ini berkaitan dengan masalah lingkungan,” tegasnya.
Luhut menambahkan, Indonesia sedang bekerja keras memerangi sampah plastik. “Sebagian besar sumber sampah plastik itu berasal dari botol PET, kemasan flexible, dan kantong belanja plastik. Hingga akhir tahun 2016 lalu, Indonesia tercatat sebagai kontributor sampah plastik di laut urutan kedua terbesar di dunia,” imbuhnya.
Luhut memberikan apresiasi kepada perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk ramah lingkungan serta meningkatkan penggunaan konten lokal. “Produk ini konten lokalnya sudah mencapai 50 persen. Kami yakin, jika volume produksinya diperbesar lagi, harganya bisa turun,” ujarnya.
Presiden Direktur PT Inter Aneka Lestari Kimia Herman Moeliana menyatakan pihaknya mengharapkan pemerintah segera memberikan payung hukum yang jelas untuk mengatur penggunaan produk kemasan ramah lingkungan berbahan nabati sebagai alternatif pengganti produk kemasan plastik konvensional.