Indonesia Ekspor Perdana Produk Ayam Olahan ke Papua Nugini

:


Oleh Baheramsyah, Senin, 13 Maret 2017 | 21:45 WIB - Redaktur: Juli - 786


Serang, InfoPublik - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus mendorong pelaku usaha di bidang industri peternakan untuk mengekspor produknya ke luar negeri.

Melalui upaya itu akhirnya, ekspor perdana produk peternakan pun terwujud. Produk ayam olahan Indonesia sebanyak 5.999,25 kilogram dalam 1.000 karton milik PT Charoen Pokphand Indonesia diekspor dengan negara tujuan Papua Nugini (PGN).

Ekspor produk olahan ayam tersebut merupakan yang perdana setelah vakum sejak tahun 2003 saat terjadi wabah  Flu Burung (Avian Influensa) di Tanah Air.

"Badan Karantina Pertanian selaku penjamin kesehatan dan keamanan produk telah melakukan berbagai pemeriksaan fisik dan tindakan karantina lainnya sesuai persyaratan yang diminta negara tujuan," kata Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Inovasi dan Teknologi Pertanian Kementan Mat Syukur di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten, Senin (13/3).

Syukur menjelaskan, tahap selanjutnya produk hewan ini akan segera dikapalkan melalui Pelabuhan Tanjung Priok untuk dikirim ke negara tujuan pada hari Selasa besok.

Ekspor perdana produk ayam ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan karantina Indonesia dan karantina PNG  terkait dengan protokol tindakan karantina pemasukan dan pengeluaran produk pangan dan pertanian ke dua negara tersebut.

Ia menuturkan kasus masuk dan merebaknya flu burung pada tahun 2003 menjadi pelajaran yang berharga. Akibat kasus tersebut sangat berdampak bagi perekonomian bahkan terhadap kesehatan manusia yang dapat tertular penyakit flu burung (zoonosis).

Selama Indonesia masih belum bisa mengendalikan virus flu burung, selama itu pula Indonesia akan terkekang dari ekonomi dagang unggas. Pasalnya, sejak memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia belum bisa mengekspor hasil unggas karena belum dinyatakan bebas dari penyebaran virus tersebut.

"Produk ayam olahan tersebut telah memperoleh sertifikat sanitasi produk hewan (KH.10) sebagai bukti telah memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan keamanan dari Badan Karantina Pertanian KKementan," ujarnya.

Mat Syukur menambahkan, produksi ayam ras nasional saat ini surplus dengan tingkat konsumsi daging ayam sekitar 10 kg/kapita/tahun. Statistik Peternakan tahun 2016 mencatat populasi ayam pedaging mencapai 1,59 miliar ekor, ayam petelur mencapai 162 juta ekor dan ayam bukan ras mencapai 299 juta ekor.

Angka-angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 4,2 persen dibandingkan populasi tahun 2015. Produksi daging unggas menyumbang 83 persen penyediaan daging nasional dan produksi daging ayam ras menyumbang 66 persen dari jumlah itu. “Salah satu upaya untuk mengendalikan harga yang sangat berfluktuasi adalah dengan membuka pasar di luar negeri,” ungkap Mat Syukur.

Dia berharap agar pelaku industri perunggasan dapat menjual produknya ke luar negeri sehingga pasar dalam negeri dapat diisi oleh produk unggas peternakan rakyat.

Ia menjelaskan ekspor kali ini adalah produk ayam olahan berbentuk nugget, sosis dan bakso yang telah melalui proses pemanasan lebih dari 70 derajat Celsisus selama lebih dari satu menit. Beberapa negara belum dapat menerima daging ayam segar beku dari Indonesia karena Indonesia belum memenuhi syarat bebas dari Avian Influenza.

Berdasarkan data Kementan sejak tahun 2016, Kementan berhasil mendorong ekspor telur ayam tetas ke Myanmar sebesar 450,128 ton. Selain itu, ekspor sarang walet sebesar 19,39 ton dengan nilai 7,5 miliar dollar AS dan sudah masuk ke negara tujuan yakni China.

"Begitu pula ekspor ayam beku asal Indonesia telah mendapat persetujuan khususnya standar sanitary and phytosanitary (SPS) dari negara Jepang dan Korea Selatan, tinggal menunggu saatnya para pebisnis kedua negara merealisasi ekspor produk tersebut," papar Syukur.