Kebijakan Indonesia Mampu Atasi Risiko Sektor Keuangan

:


Oleh Amrln, Rabu, 18 Januari 2017 | 09:15 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 732


Jakarta, InfoPublik - Indonesia terus menempuh serangkaian kebijakan untuk mengatasi risiko di sektor keuangan, termasuk kebijakan moneter yang berhati-hati dan kebijakan deregulasi pemerintah.

Demikian disampaikan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara. "Perkembangan ekonomi global saat ini memberi pengaruh kepada negara berkembang, termasuk Indonesia, antara lain dari sisi risiko di sektor keuangan," katanya saat mengisi policy dialogue di 10th Asian Financial Forum, yang berlangsung 16 sampai 17 Januari 2017 di Hong Kong. Forum dihadiri oleh kurang lebih 2.500 peserta dari seluruh dunia antara lain dari kalangan Chief Executive Officer (CEO), pelaku usaha, akademisi dan pimpinan lembaga negara.

Dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu (18/1), Mirza Adityaswara memaparkan kondisi perekonomian Indonesia pada krisis keuangan Asia 1997. Terkait itu, Indonesia menempuh kebijakan untuk meningkatkan transparansi dan integritas data sektor keuangan, dan melakukan pemetaan data utang luar negeri Indonesia yang lebih lengkap.

Selain itu, salah satu perubahan signifikan pascakrisis 1997 adalah independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral, yang antara lain berfungsi sebagai otoritas moneter Republik Indonesia.

"Reformasi yang telah ditempuh Indonesia sebagai respons atas perkembangan kondisi ekonomi telah mendorong ketahanan ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin pula dari laporan tahunan IMF (Article IV Consultation) mengenai ekonomi Indonesia selama 2016 yang dinyatakan baik," kata Mirza.

Menanggapi sejumlah perhatian dari kalangan investor, Mirza Adityaswara menyampaikan bahwa pemulihan ekonomi global diperkirakan akan meningkatkan perdagangan eksternal Indonesia dan neraca pembayaran Indonesia.

Lebih lanjut, untuk membantu mengurangi ketergantungan kepada mata uang asing, Bank Indonesia pada Maret 2015 menerbitkan ketentuan yang mewajibkan setiap transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan rupiah.

"Melalui pengaturan tersebut, transaksi antar residen menggunakan mata uang asing yang semula sekitar USD7 miliar/bulan (rata-rata Januari sd. Desember 2014) turun menjadi rata-rata kurang dari USD 3 miliar," ujarnya.

Sementara itu, lanjut Mirza, untuk memperkuat pengelolaan risiko utang luar negeri, Bank Indonesia juga mengatur mengenai prinsip kehati-hatian pengelolaan utang luar negeri perusahaan nonbank.

"Dengan koordinasi dan sinergi kebijakan dari Pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga terkait lainnya, mitigasi risiko di sektor keuangan diharapkan dapat terus berjalan baik," pungkasnya.