BRTI: Revisi PP 52 dan 53 Tingkatkan Penetrasi Broadband

:


Oleh Amrln, Jumat, 7 Oktober 2016 | 06:02 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 431


Jakarta, InfoPublik - Anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi mengatakan revisi Peraturan Pemerintah (RPP) No 52 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No 53 tentang Penggunaan Spektrum Radio dan Orbit Satelit semangatnya adalah untuk meningkatkan penetrasi broadband di seluruh Indonesia.

"Revisi kedua PP ini (PP 52 dan PP 53) untuk network sharing ini untuk mendukung program nawa cita yang diusung Presiden Joko Widodo, khususnya untuk meningkatkan penetrasi broadband di seluruh Indonesia," kata Ketut Prihadi dalam seminar bertajuk "Ada  Apa Dengan RPP Networking dan Frequency Sharing?" di Jakarta, Rabu (5/10).

Menurutnya, dengan adanya revisi PP ini diharapkan salah satunya mendetailkan apa yang dimaksud dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang punya frekuensi bisa menyewakan ke penyelenggara jaringan lainnya.

"Misalnya pada kasus IM2 yang menggunakan frekuensi Indosat. Ada perbedaan penafsiran antara aparat hukum dan pemerintah. Jadi kami berusaha meluruskan penyelenggara yang menggunakan spektrum dan jaringan dianggap sama, padahal berbeda," ujarnya.

Dengan kondisi saat ini, lanjut Ketut, tidak mungkin apabila masing-masing operator bangun jaringan sendiri-sendiri sampai pelosok. Jadi akan didetilkan mekanisme dan persyaratan apabila penyelenggara jaringan telekomunikasi menyewakan ke penyelenggara jaringan lainnya

"Jangan sampai network sharing dianggap spectrum sharing oleh aparat penegak hukum Bukan penggunaan spektrum secara bersama tapi penggunaan jaringan secara bersama, di dalamnya ada spektrum agar case IM2 tidak terulang," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais mengatakan bahwa pihaknya akan mengawasi proses revisi kedua Peraturan Pemerintah tersebut.

"Kami akan meminta keterangan Menteri Komunikasi dan Infromatika untuk menerangkan rancangan revisi PP tersebut," kata Hanafi .

Ia menjelaskan, isu yang muncul ke permukaan terkait dengan revisi kedua aturan tersebut adalah network sharing (penggunaan bersama elemen jaringan) dan isu diperbolehkannya pengalihan izin penggunaan spektrum frekuensi radio dikhawatirkan melanggar UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi.

Ia pun mempertanyakan isu network sharing dan relaksasi izin penggunaan spektrum frekuensi tersebut yang akan dimasukkan dalam revisi PP 52 dan PP 53.

Menurutnya, isu network sharing harus didekati dengan benar, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kerugian negara. "Kewajiban network sharing yang akan dijalankan nantinya jangan sampai justru merugikan negara dan membuat para operator mengabaikan kewajibannya membangun infrastruktur," ujarnya.

Sementara isu diperbolehkannya pengalihan izin penggunaan spektrum frekuensi radio dikhawatirkan akan terjadi jual beli frekuensi yang merugikan negara, padahal frekuensi merupakan milik publik yang tidak bisa diperjualbelikan. "Jangan sampai nanti seperti aturan interkoneksi berulang kembali," katanya.