:
Oleh Baheramsyah, Rabu, 5 Oktober 2016 | 11:32 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Pertanian bakal mengembangkan tanaman sorgum seluas 1.000 hektar di Flores Timur, Lembata, Manggarai Barat, Sumba Timur dan Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Tahun ini akan segera dikembangkan 1.000 hektar Sorgum dan pasarnya akan disiapkan juga," ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam siaran persnya, Selasa (5/10).
Mentan Amran memberikan apresiasi adanya pengembangan Sorgum tersebut di lahan marginal dan menjadi pangan pokok masyarakat setempat, sehingga masyarakat tidak bergantung padi beras.
Menurutnya, pengembangan Sorgum pun harus terus dikembangkan sebagai pengganti terigu, pakan ternak dan salah satu bahan pangan untuk melakukan penganekaragaman pangan.
Maria Loretha yang merupakan penggagas dan pendamping budidaya sorgum siap mengembangkan sorgum tersebut. Sebab di Flores Timur, Lembata, Manggarai Barat, Sumba Timur dan Ende serta daerah lain yang ada di NTT tersedia banyak lahan marginal yang cocok untuk dikembangkan sorgum.
Ia menyampaikan telah melakukan pengembangan sorgum sejak 2007 bersama Yayasan Kehati dan Yaspensel. Pengembangan sorgum tersebut tidak dengan sistem demonstrasi plot (demplot) namun langsung turun aksi bersama masyarakat petani yang memiliki lahan marginal yang tidak bisa ditanami padi, jagung dan komoditas pangan lainnya.
"Sorgum yang kami kembangkan sampai saat ini tidak menggunakan pupuk tapi menggunakan air alami saja. Air tersebut membawa unsur hara alami yang menyuburkan lahan dan untuk kebutuhan tanaman. Padahal lahan itu sudah ditanami sorgum berkali-kali," ujarnya.
Maria menjelaskan sorgum sangat bisa dijadikan pengganti terigu dengan perlakuan mix 80 persen sorgum dan 20 persen cavana. Bahkan menurutnya, sorgum bukan hanya sebagai komoditas pangan pengganti, tetapi sebagai bahan pangan pokok masyarakat karena nilai gizinya lebih tinggi dibandingkan beras dan jagung.
"Sorgum dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sorgum dikonsumsi oleh penderita diabetes dan kanker usus. Mereka semuanya sembuh dari penyakit itu karena sorgum mengandung zat glukan," jelas Maria.
Ia menyampaikan sampai saat ini luas lahan yang dikembangkan untuk sorgum mencapai 102 hektar yang tersebar di Flores Timur, Lembata, Manggara Barat, Sumba Timur dan Ende. Sorgum yang dihasilkan dibeli oleh masyarakat menengah ke atas, Kementerian Pendidikan untuk dijadikan makanan pada anak usia dini, dan bahkan sudah diekspor ke Eropa. Harga sorgum di tingkat petani Rp 5.000 per kg dan harga ekspor sangat fantastis yakni mencapai Rp 80.000 per kg.
"Untuk itu, kami sangat mengharapkan bantuan pemerintah agar ekspor sorgum ini tidak hanya di pasar Eropa tapi menempus pasar Amerika Latin karena kebutuhan sorgumnya sangat tinggi," terangnya.
Direktur Yaspensel, Romo Benjamin Daut, PR menuturkan pengembangan sorgum ini merupakan gerakan pengembangan pangan lokal agar masyarakat mencintai pangan sendiri. Pola pengembangan yang dijalankan yakni dilakukan oleh kelompok tani sorgum.
"Sorgum yang dihasilkan 60 persen untuk kebutuhan konsumsi, 30 persen untuk dijual dan 10 persen dimasukkan ke usaha bersama sebagai tabungan petani dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat," tuturnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Flores Timur, Anton Sogen mengatakan pengembangan Sorgum dilakukan di lahan marginal tanpa melupakan pengembangan padi dan jagung. Lahan yang ditanami padi dan jagung langsung digunakan untuk tanam sorgum tanpa olah tanam. untuk itu, Pemerintah Daerah Flores Timur siap mendukung pengembangan Sorgum agar dapat menciptakan diversifikasi pangan lokal dengan pengembangannya berdasarkan spesifikasi lokal.
"Namun pengembangan sorgum ini perlu diintergasikan dengan ternak sapi karena menyediakan pakan yang bersumber dari kotoran sapi. Petani sudah siap," sebutnya.
Menurutnya, pengembangan sorgum dalam skala besar berdampak langsung ke masyarakat yaitu terpenuhinya lumbung pangan petani dan gizi keluarga. Selain itu, petani tidak bergantung pada beras dan membuka lapangan pekerjaan, karena masyarakat memanfaatkan lahannya yang selama ini dibiarkan begitu saja.
"Untuk mengembangkan sorgum secara berkelanjutan, kami sangat mengharapkan pemberian bantuan berupa mesin rontok, sosoh, penepungan dan karung untuk pasca panen," pungkasnya.