DPR Nilai Kenaikan Cukai Rokok Tak Akan Kurangi Perokok

:


Oleh Wandi, Selasa, 4 Oktober 2016 | 08:38 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 616


Jakarta, InfoPublik - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay yang membidangi kesehatan menilai  keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok mulai 2017 sebesar 10,54 persen tidak akan efektif mengurangi jumlah perokok. Secara umum, kenaikan itu hanya untuk menambah pendapatan negara dari cukai.

Saleh mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa cukai ditargetkan memberi kontribusi sebesar 10 persen dari seluruh total penerimaan pajak. Karenanya Saleh menyebut kenaikan cukai industri hasil tembakau lebih untuk mendongkrak penerimaan negara ketimbang demi pengendalian rokok.

"Wajar jika kemudian banyak orang yang pesimis bahwa kenaikan cukai itu dapat mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Saya juga menilai itu tidak efektif mengurangi jumlah perokok," kata Saleh di DPR, Senin (3/10).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu memang memahami banyak faktor yang mungkin dipertimbangkan pemerintah sehingga kenaikan cukai rokok hanya 10,54 persen. Termasuk di antaranya adalah pertimbangan untuk menghindari dampak meningkatnya pengangguran di sektor industri rokok akibat kenaikan cukai yang memberatkan.

"Mungkin itulah yang menyebabkan kenaikan cukai tidak bisa terlalu tinggi," ulasnya.

Namun, Saleh juga mengingatkan pentingnya pengendalian rokok untuk menekan tingkat konsumsi publik. Ia menegaskan, langkah mengendalikan rokok tidak cukup hanya melalui kenaikan cukai.

Karena itu, Saleh berharap pemerintah bisa memutus mata rantai perokok. Hal itu tentu akan lebih mudah dilakukan pada anak-anak muda yang belum menjadi perokok. Sebab, kampanye pada perokok hasilnya belum memuaskan.

Pemerintah juga diharapkan bisa membantu industri rokok untuk memasarkan produksinya di luar negeri. Sebab, negara lain juga membuat rokok dan memasarkannya ke Indonesia.

"Kalau produksinya untuk dijual di negara lain, tentu tidak masalah. Setidaknya, tidak masalah bagi kita di Indonesia. Yang mengkhawatirkan, produksi semakin banyak tetapi dijual dan dikonsumsi di Indonesia," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Utara II itu.