Komisi VII DPR Minta Berhati-hati Bentuk Holding BUMN

:


Oleh Wandi, Kamis, 15 September 2016 | 19:31 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 656


Jakarta, Info Publik - Pemerintah dalam waktu dekat akan merealisasikan pembentukan induk perusahaan atau holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, payung hukum yakni Peraturan Pemerintah (PP) sudah siap diajukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Setneg. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai, rencana pembentukan holding BUMN harus segera direalisasikan guna menghadapi pasar keterbukaan.

Kementerian BUMN siap membentuk holding BUMN di enam sektor, Holding BUMN migas, BUMN pertambangan, BUMN perumahan, BUMN jalan tol, BUMN jasa keuangan, dan BUMN pangan.

"Kalau baik kenapa tidak. Jangan latah, holding tapi nggak jelas orientasi dan tujuannya," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Syaikhul Islam Ali, Jakarta, Minggu (11/9).

Penerbitan PP Holding BUMN masih menunggu penyelesaian atau harmonisasi PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara. 

Usai diterbitkannya PP Holding BUMN, maka Holding BUMN migas antara PT Pertamina dan PT PGN (Persero) menjadi yang pertama direalisasikan. Bahkan, diharapkan rampung akhir tahun ini. 

Selanjutnya, yang akan dirampungkan adalah BUMN Pertambangan antara PT Inalum (Persero), PT Bukit Asam (Persero), PT Antam (Persero), dan PT Timah (Persero). Pembentukan Holding migas, kata Syaikhul, bisa menuntaskan hilirisasi yang berujung pada efisiensi demi meningkatkan daya saing di tingkat nasional, regional maupun global.
 
Selain itu, holding BUMN juga dapat meningkatkan nilai lebih pada korporasi di semua sektor usaha untuk kepentingan negara dan masyarakat. Kendati demikian, Syaikhul meminta kepada pemerintah untuk mengkaji secara komprehensif mengenai wacana pembentukan induk perusahaan atau holding ini.

 "Karena kita sendiri di Komisi VII belum pernah membahas soal holding ini, tapi prinsipnya harus hati-hati karena krisis energi di depan mata, cadangan migas menipis, lifting turun, harga gas mahal, impor BBM gila-gilaan,” tandasnya.