Desa Sawit Lestari Sejahterakan Petani

:


Oleh Baheramsyah, Rabu, 20 April 2016 | 11:25 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 517


Jakarta,InfoPublik - Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, salah satu strategi untuk menciptakan sawit lestari berupa menjadikan desa sebagai suatu satuan pemangku kepentingan untuk mempercepat produksi sawit berkelanjutan dengan gagasan Desa Sawit Lestari (DSL).

"Gagasan ini tidak semata - mata memandang sawit sebagai suatu komoditas tunggal yang berdiri sendiri dan menjadi urusan petani saja. Tapi itu harus seiring dengan sistem sosial yang berdampak kesejahteraan mereka," ujarnya di Jakarta, Selasa (19/4).

Darto mengatakan, implementasi DSL pada tahap awal akan dilakukan di Desa Sei Kijang, Desa Simpang Beringin dan Desa Muda Setia di Kabupaten Pelalawan, Riau. Ketiga desa tersebut akan menjadi desa percontohan.

Ide DSL ini katanya, muncul tatkala petani sawit sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan, seperti produktivitas yang terus menurun dan harga sawit yang terus turun. Penyebab turun di antaranya bibit dan pupuk yang kurang baik, kurangnya pengetahuan petani tentang praktik bertani berkelanjutan dan teknologi yang dapat membantu meningkatkan produktivitas.

"Dengan mengintegrasikan perangkat, peraturan dan dana desa yang tersedia, petani sawit akan mendapatkan dukungan penuh dalam implementasikan praktik bertani yang bertanggungjawab dan berkelanjutan," ujarnya.

Sementara itu mengenai akses permodalan di tingkat petani kelapa sawit, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, permasalahan ini menjadi konsen pihaknya untuk membuka kebuntuan akses financial.
"Kondisi petani sawit yaitu kurangnya permodalan dari perbankan," ujarnya.

Mansuetus juga menyayangkan adanya dana Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit menghimpun dana Rp2,8 triliun sepanjang kuartal pertama 2016. Berasal dari pungutan ekspor crude palm oil (CPO), dan produk turunan CPO. Ternyata tidak dapat diakses petani swadaya.

"Rupanya dana BPDP, regulasinya sama seperti perbankan. Itu menyulitkan kami akses modal," ujarnya.
Pentingnya akses financial lanjutnya, mengingat kondisi petani sawit sekitar 40 persen dari produksi sawit di Indonesia dihasilkan dari perkebunan kecil rakyat yang dikelola oleh petani sawit.

Sementara,  produktivitas rata-rata 12-14 juta per hektar per tahun. Pada 2015, Indonesia memproduksi 31,5 juta ton crude palm oil dan sekitar 21 juta ton diekspor, sisanya untuk konsumsi dalam negeri.

Ia mencatat, sejak februari 2011, sekitar 1000 perkebunan kelapa sawit seluas 3.500 hektar, berkomitmen untuk mengelola perkebunan mereka secara berkelanjutan dan bertanggungjawab serta melindungi 740 hektar hutan yang tersisa di sekitar desa mereka.

"Sayangnya produksi kelapa sawit per hektar rata rata masih 12-14 ton per hektar seharusnya 30 ton per hektar," katanya.