Inilah Solusi Pemerintah Bagi Uber Dan Grab Agar Dianggap Legal

:


Oleh Dian Thenniarti, Kamis, 24 Maret 2016 | 09:57 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 579


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan operasional Grab Car dan Uber Taxi di Indonesia hingga saat ini masih ilegal.

Keputusan tersebut diambil setelah Kemenhub selaku regulator moda transportasi di Indonesia menggelar rapat dengan Uber Taxi, Grab Car, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, serta DPP Organisasi Angkutan Darat, membahas eksistensi angkutan umum berbasis layanan online di DKI Jakarta, Rabu (23/3).

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemhub Sugihardjo menjelaskan berdasarkan ketentuan perundang-undangan No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat perbedaan mencolok yang harus diketahui masyarakat mengenai eksistensi GrabCar dan Uber dengan pengoperasian Gojek dan Grab Bike.

"Gojek dan Grab Bike merupakan aplikasi online yang diterapkan di kendaraan roda dua yang sebenarnya tidak boleh dijadikan angkutan umum. Namun karena keberadaannya masih dibutuhkan dan menjangkau wilayah yang tidak bisa dijangkau angkutan umum lain maka status Gojek dan Grab Bike masih abu-abu. Sementara ini, keberadaan mereka masih dianggap melengkapi, karena menjangkau wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh angkutan lain," katanya.

Sementara GrabCar dan Uber, lanjut Sugihardjo, keduanya dianggap kompetitor bagi angkutan resmi yang sudah diatur dalam undang-undang. Oleh sebab itu, karena keberadaan mereka tidak sesuai UU maka eksistensi mereka masih dianggap ilegal.

Namun begitu, Pemerintah (Kemenhub) berupaya mencarikan solusi untuk mengatasi pro dan kontra transportasi berbasis daring ini, yakni dengan menawarkan dua opsi yang dapat dipilih dua perusahaan yang menyediakan dua layanan tersebut, yaitu, opsi pertama, menetapkan status Uber dan Grab menjadi operator angkutan.

Untuk menjadi operator angkutan, jelas Sugihardjo, Uber dan Grab harus tunduk pada aturan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan kendaraan-kendaraan yang dibawahi Uber dan Grab nantinya harus terdaftar sebagai angkutan umum resmi.

"Kalau jadi taksi, mereka harus menggunakan argo, atau bisa juga menjadi mobil rental. Namun yang pasti mereka semua harus terdaftar dan diuji KIR-nya," ujar Sugihardjo.

Untuk opsi kedua, kata Sugihardjo, jika Grab dan Uber bersikukuh untuk tetap menjadi aplikasi penyedia layanan angkutan umum, kedua perusahaan itu harus bekerja sama dengan angkutan umum resmi. "Seperti layanan Grab Taxi, itu kan tidak bermasalah sama sekali," ujarnya.

Terkait hal ini, PT Uber Technology Indonesia menyatakan sikap untuk tidak akan mengurus izin usaha penyelenggara jasa transportasi karena hanya ingin beroperasi sebagai perusahaan penyedia jasa aplikasi.  "Kami (Uber) tetap sebagai perusahaan aplikasi. Kami bukan perusahaan transportasi, kami perusahaan aplikasi, dan tetap akan beroperasi selama belum ada perintah pemblokiran oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika," tegas Komisaris Uber Technology Indonesia, Donny Sutadi usai menghadiri rapat bersama antara Kemenhub dengan Uber Taxi, Grab Car, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, serta DPP Organisasi Angkutan Darat.

Menurut Donny, untuk langkah kedepan, pihaknya belum memiliki rencana untuk menggandeng mitra operator taksi seperti yang dilakukan Grab Indonesia melalui fitur GrabTaxi.  "Yang pasti kami akan mengevaluasi bisnis kami, dan memohon arahan dan bimbingan regulator transportasi (Kemenhub) terkait aspek-aspek legal yang harus dipenuhi, termasuk arahan pemerintah terkait kewajiban mitra operator jasa transportasi Uber yang berbadan hukum koperasi," tambahnya.