:
Jakarta, InfoPublik - Menuju Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Negara Anggota G20 di Bali pada pertengahan November 2022 mendatang, seluruh rangkaian acara Presidensi G20 Indonesia baik Main Event maupun Side Event sudah hampir dilaksanakan seluruhnya.
Penyelenggaraan KTT G20 sendiri akan menghasilkan outcome berupa Leaders’ Declaration yang merupakan komitmen dari para Pemimpin G20 terhadap upaya bersama dalam pemulihan ekonomi dan kesehatan pasca pandemi Covid-19.
Penyelenggaraan KTT G20 sendiri akan didahului oleh penyelenggaraan Pertemuan Sherpa G20 (Sherpa Meeting) dan Pertemuan Deputies Finance. Dalam Sherpa Meeting akan dilakukan pembahasan seluruh substansi yang akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration.
“Substansi dari Leaders’ Declaration ini lebih kepada bagaimana kita mendetailkan hal-hal yang terkait prioritas-prioritas yang ada di G20 utamanya adalah 3+1 prioritas yaitu arsitektur kesehatan global, tranformasi ekonomi berbasis digital, transisi energi, dan ketahanan pangan. Yang paling penting dalam Leaders’ Declaration ini, seluruh sherpa sedang proses di dalam membahas berbagai kesepakatan yang nanti akan dituangkan di Leaders’ Declaration,” ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dalam keterangan resminya Jumat (28/10/2022).
Lebih lanjut, Presidensi G20 Indonesia mengenalkan pendekatan yang baru dengan menghasilkan concrete deliverables berupa proyek, program, atau inisiatif. Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo agar Presidensi G20 Indonesia dapat menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia serta meningkatkan peran dan profil Indonesia pada forum G20.
Proyek, program, atau inisiatif tersebut diklasifikasikan berdasarkan 3 prioritas Presidensi Indonesia 2022 dan akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration yaitu pada Annex G20: Action for Strong and Inclusive Recovery dan diharapkan dapat menjadi lead examples bagi pembangunan berkelanjutan yang riil dan konkret dengan memanfaatkan kerja sama internasional yang melibatkan peran multi stakeholders.
“Melalui concrete deliverables ini berbagai proyek tersebut diharapkan akan memberikan manfaat yang nyata dan menjadi legacy bagi Indonesia. Berbagai list of project dari concrete deliverables ini saat ini sedang kita bahas bersama seluruh kementerian teknis. Yang dinamakan concrete deliverables ini nanti di dalam Leader’s Declaration akan kami masukkan sebagai Annex disana,” ujar Sesmenko Susiwijono.
Selain itu, proyek-proyek tersebut harus memenuhi beberapa kriteria yaitu berasal dari 2 atau lebih negara anggota G20, berdampak global, memiliki mekanisme pendanaan yang jelas, bukan merupakan duplikasi dari forum yang lain, dan bukan merupakan proyek “recycled”.
Sesmenko Susiwijono turut mengungkapkan bahwa tantangan lain muncul akibat meningkatnya tensi geo-politik setelah konflik Ukraina-Rusia, yaitu krisis pangan, energi, dan keuangan. Untuk merespon secara cepat hal tersebut, Sekjen PBB telah membentuk Global Crisis Response Group (GCRG) yang menetapkan 6 Kepala Negara/ Pemerintahan, salah satunya Presiden Republik Indonesia.
Dalam konteks Presidensi G20, berbagai pembahasan di tingkat Engagement Group, Working Group, dan Ministerial Meeting, berfokus pada 3 hal yang menjadi pilar utama Presidensi G20 ditambah dengan masalah pangan. Terkait dengan krisis energi dan krisis pangan, sudah terdapat berbagai rekomendasi yang telah dibahas dalam berbagai Working Group. Untuk krisis pangan dibahas dalam Agriculture Working Group dan untuk krisis energi dibahas dalam Energy Transitions Working Group.
“Posisi Indonesia kebetulan dua-duanya, yaitu selaku GCRG dan Presidensi G20 sudah pasti akan mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai champions dari GCRG dan sebagai Presidensi G20 untuk berkontribusi nyata di dalam memimpin berbagai pembahasan dalam rangka mengambil langkah-langkah solusi untuk menyelesaikan krisis pangan dan energi di tingkat global ini,” tutup Sesmenko Susiwijono.