Indonesia Menuju Presidensi G20

:


Oleh lsma, Selasa, 19 Oktober 2021 | 18:21 WIB - Redaktur: Untung S - 547


Tangerang, InfoPublik - Indonesia akan menjadi tuan rumah atau Presidensi Negara-Negara G20 mulai 1 Desember 2021 hingga 31 November 2022. Kawasan Nusa Dua, Bali dan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai sudah siap untuk menjadi lokasi pertemuan G20.
 
Sejumlah persiapan terus dimatangkan Pemerintah menjelang serah terima estafet kepemimpinan G20 dari Italia pada 30-31 oktober 2021 mendatang. Presiden Joko Widodo bahkan sudah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Panitia Nasional Penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia, dan menunjuk sejumlah menteri sebagai Ketua Bidang Panitia Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
 
Indonesia akan resmi menjadi tuan rumah atau Presidensi G20 setelah Perdana Menteri Italia Mario menyerahkan Presidensi KTT G20 kepada Presiden Joko Widodo dalam penutupan KTT di Roma, Italia 30-31 Oktober 2021.
 
Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Wempi Saputra, mengatakan di dalam pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington DC beberapa waktu lalu, secara umum ada dua hal yang dibahas. Pertama adalah bagaimana hasil monitoring dan mitigasi dari kebijakan penanganan pandemi. Kedua, adalah bagaimana mengantisipasi dalam konteks kebijakan pascapandemi.
 
Wempi memaparkan, di dalam monitoring hasil kebijakan di masa pandemi, fokusnya adalah bagaimana pelaksana vaksinasi di negara-negara berkembang khususnya, dan juga di negara-negara low income atau negara miskin.
 
Di sini ada sedikit gap, karena untuk negara berkembang yang cukup advance seperti Indonesia, sedangkan negara-negara miskin masih memerlukan banyak bantuan. Terutama bagaimana roll out dari proses vaksinasi itu bisa menjangkau secara optimal.
 
Bank Dunia dan IMF dengan segala sumber dayanya mengeluarkan berbagai bantuan. Tercatat untuk komitmen Bank Dunia USD160 miliar untuk tahun anggaran 2021. Sedangkan IMF melakukan relokasi, semacam mata uang yang dinominasikan dan dipegang oleh IMF yang dilakukan realokasinya khusus kepada negara-negara yang miskin dan berkembang, supaya mereka memiliki cadangan mata uang pada saat dibutuhkan, jumlahnya sekitar USD650 miliar.
 
Dalam Annual Meeting (AM) IMF-WBG Indonesia secara khusus memberikan masukan-masukan terutama dalam konteks agenda penanganan pandemi. Indonesia menjelaskan bagaimana proses vaksinasi yang sudah dilaksanakan selama ini.
 
Rollout-nya kira-kira sudah mencapai 157 juta, kemudian kita melakukan berbagai upaya untuk pemesanan vaksin untuk mengantisipasi kebutuhan 208 juta populasi, itu juga tekankan oleh Ibu Menteri Keuangan. Indonesia termasuk negara yang cukup advance di dalam melakukan proses vaksinasi sebagai syarat utama untuk penanganan pandemi.
 
Indonesia juga memberikan masukan bagaimana peran IMF dan Bank Dunia supaya lebih lebih andal dalam membantu negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. 
 
Dalam konteks perubahan iklim Indonesia akan menjadi pilot dari suatu program yang namanya Energy Transition Mechanism untuk penanganan energi menuju yang lebih Green.
 
Indonesia termasuk di antara negara-negara yang memberikan perhatian yang cukup tinggi untuk proses perubahan iklim. 
 
Peran G20 dalam Ekonomi Global
 
Menurut Wempy, jika dilihat secara institusional, G20 ini adalah suatu forum Crisis Responder, forum yang menangani krisis dengan suatu konsensus karena mereka menguasai kira-kira 80 persen dari GDP dunia.
 
Selain itu, G20 memberikan guidence, yakni bagaimana caranya selama ini, di dalam forum G20 disampaikan bagaimana pertumbuhan ekonomi global ke depan, baik negara berkembang, negara miskin, ataupun negara maju.
 
Negara-negara berkembang dan negara-negara miskin membutuhkan banyak bantuan, dari sinilah satu kesepakatan untuk standardisasi atau skema di mana negara-negara maju dibantu oleh Bank Dunia, IMF, IBRD dan lain-lain dalam konteks multilateral development bank bisa memberikan bantuan.
 
Namun bantuan yang diberikan jangan hanya dalam bentuk pendanaan semata, tapi perlu dikuatkan sebuah kemitraan yang akan menumbuhkan investasi di negara miskin dan berkembang sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
 
"Indonesia itu selalu dianggap cukup disiplin terkait fiskal. Karena di negara maju disiplin fiskal itu agak longgar, karena pandemi mensyaratkan belanja suatu negara lebih banyak di bidang kesehatan dan pemulihan ekonomi," ujarnya.
 
Ia menjelaskan, pelaksanaan Presidensi G20 bagi Indonesia memiliki dua hal penting. Pertama, ada perbedaan dengan IMF-WBG. Di dalam pertemuan G20 pada saat Indonesia menjadi Presidensi, Indonesia bisa melakukan agenda setting.
 
"Jadi, kepentingan-kepentingan nasional bisa kita tonjolkan di agenda G20 yang nanti akan di endorse oleh negara-negara maju dan menjadi kesepakatan di tataran global," ujarnya.
 
Kedua, dengan Presidensi G20 Indonesia bisa memberikan showcase terhadap kemajuan-kemajuan yang selama ini sudah dicapai secara domestik, sehingga Indonesia bisa menjadi benchmark pada tingkat global.
 
Terkait dengan agenda utama yang akan dibahas pada Presidensi 2022, Indonesia ingin pertumbuhan lebih kuat, lebih inklusif di masa depan.
 
Dalam Presidensi G20 2022, Indonesia juga akan mengedepankan pembahasan terkait dengan payment system. "Teman-teman di Bank Indonesia ini akan mengajukan proposal ini dan akan membahas secara lebih dalam," katanya.
 
Kemudian, terkait dengan inklusi digital, sektor-sektor dengan potensi tingkat pertumbuhannya akan terus di dorong proses digitalisasinya.
 
Lalu, terkait perubahan iklim, proses mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim bukan hal yang sederhana. Proses mitigasi bisa menjadi lebih mudah tetapi proses adaptasi adalah jangka panjang dan memerlukan investasi masif.
 
"Kita ingin kerja sama dalam G20 itu bisa memberikan porsi yang proporsional, khususnya negara-negara berkembang, agar transisi menuju ekonomi yang lebih green,  ekonomi yang lebih sustainable menjadi lebih adil," pungkas Wempi.
 
(Foto: Tangkapan Layar Streaming MetroTV)