Pemerintah Prioritaskan Aspek Berkelanjutan dalam PEN

:


Oleh lsma, Sabtu, 18 September 2021 | 23:22 WIB - Redaktur: Untung S - 281


Jakarta, InfoPublik - Sektor kesehatan adalah salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati negara-negara PBB.

Hal ini harus menjadi bagian dari keberlanjutan bisnis, baik di sektor publik maupun swasta. Namun. melalui pandemi ini risiko di sektor kesehatan menjadi tantangan tersendiri.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (18/9/2021), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa kita semua perlu mengubah prioritas dan mulai mengidentifikasi risiko lain yang menjadi bagian dari SDGs, seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, bencana alam, dan bencana lingkungan.

Menurutnya, Pemerintah terus berkomitmen melaksanakan pembangunan berkelanjutan, sesuai yang diatur dalam RPJMN 2020-2024, di mana pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan sebagai salah satu aspek penting untuk memberikan akses pembangunan yang adil dan inklusif, serta menjaga lingkungan hidup.

Saat ini, pemerintah juga telah memprioritaskan sektor-sektor yang mengutamakan aspek keberlanjutan sebagai bagian dari pemulihan ekonomi, ditambah lagi tema pembangunan inklusif dan berkelanjutan menjadi salah satu pilar dalam tema utama Presidensi G20 Indonesia 2022.

Yang dapat menjadi contoh di antaranya adalah pengembangan energi terbarukan, seperti kebijakan mandatori B-30, pengembangan mobil listrik, serta pemanfaatan panas bumi dan tenaga surya. Kemudian, pertanian kelapa sawit rakyat berkelanjutan, eco-tourism, serta pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Berwawasan Lingkungan yang kesemuanya menjadi upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Pada lingkungan global, Pemerintah terus berupaya memenuhi komitmen di dalam Paris Agreement, yang dijalankan melalui Pembangunan Rendah Karbon melalui penurunan jumlah dan intensitas emisi pada berbagai bidang. Dalam Nationally Determined Contributions (NDC), Indonesia berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030.

“Upaya inovatif juga telah diinisasi Pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut, di antaranya melalui uji coba perdagangan karbon pada sektor ketenagalistrikan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah diluncurkan pada 17 Maret 2021. Uji coba Emission Trading System ini dilakukan untuk mendorong efisiensi PLTU dan menurunkan emisi karbon,” paparnya dalam event Indonesia SDGs Award (ISDA) 2021 yang bertema “Sustainable Development: Leaving No One Behind” secara virtual.

Pemerintah, lanjut Menko Airlangga, tidak bisa bekerja sendiri untuk mewujudkan SDGs, namun perlu upaya kolektif dari pemerintah, perusahaan, media, dan lembaga pendidikan. Untuk sektor swasta, praktik Environmental, Social and Governance (ESG) atau sering disebut Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) harus diterapkan di seluruh aktivitas bisnis.

“Perusahaan harus dibangun agar bisa tahan terhadap risiko di masa depan. Terlebih Indonesia berada di lokasi yang karakteristik geografisnya rentan bencana. Akan ada banyak kerugian yang harus ditanggung jika prinsip LST ini tidak dijalankan. Selain itu, penerapan LST juga terbukti berdampak positif bagi kinerja perusahaan,” imbuhnya.

Praktik tersebut hanya dapat terwujud jika terjadi kesadaran bersama untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang keberlanjutan, mulai dari akar rumput sampai pada jenjang para pengambil keputusan strategik.

“Dalam hal ini, Pemerintah mengapresiasi upaya berbagai pihak dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan, termasuk Corporate Forum for CSR Development (CFCD) yang telah konsisten menyelenggarakan Indonesia SDGs Award (ISDA) sejak 2005. Semoga penghargaan ini dapat menginspirasi dan mendorong sektor korporasi untuk berupaya sungguh-sungguh meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan,” pungkas Menko Airlangga.

(Foto: Humas Ekon)