Keuangan Berkelanjutan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

:


Oleh lsma, Selasa, 15 Juni 2021 | 18:25 WIB - Redaktur: Wawan Budiyanto - 321


Jakarta, InfoPublik - Pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh belahan dunia telah memicu krisis ekonomi yang sifatnya extraordinary dan sekaligus menjadi momentum bagi kita semua untuk mengevaluasi pentingnya penerapan aspek lingkungan, sosial, dan tata Kelola (ESG).

Ketiga aspek tersebut hendaknya dapat menjadi pengingat bagi seluruh perusahaan termasuk Sektor Jasa Keuangan untuk memperhatikan keseimbangan alam, mengubah pola hidup, proses produksi dan pola konsumsi yang ramah lingkungan, dan menerapkan agenda sustainability untuk menjamin keberlanjutan bagi generasi mendatang.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam  acara Webinar Lembaga Pengembangan Perbankan (LPPI) di Jakarta, Selasa (15/6/2021).

Wimboh menuturkan, terdapat dua agenda besar dunia dan saling terkait dimana Indonesia terlibat dalam proses penyusunan hingga menyatakan komitmen untuk melaksanakan agenda tersebut, yaitu: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), dan Perubahan Iklim/Climate Change. Dua agenda tersebut masing-masing telah diratifikasi dalam Undang Undang No 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, dan Perpres No 59/2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Ditambahkannya, sebagai satu-satunya negara anggota G20 dari Kawasan Asia Tenggara, Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisi kepemimpinan di Kawasan dan menjadi jembatan bagi suara kolektif negara-negara yang tergabung di ASEAN khususnya untuk implementasi keuangan berkelanjutan.

“Dapat kami informasikan juga, bahwa sampai dengan saat ini, Sustainable Banking Network (SBN) telah menempatkan Indonesia bersama Tiongkok sebagai negara first mover/mature dalam implementasi keuangan berkelanjutan. Tentunya hal ini akan terus ditingkatkan untuk dapat masuk ke tahap berikutnya yaitu mainstreaming behaviour changes atau pembiasaan perubahan sikap secara keseluruhan,” jelas Wimboh.

Menurutnya, untuk dapat mencapai komitmen dan implementasi keuangan berkelanjutan diperlukan perubahan pola pikir bahwa faktor risiko lingkungan hidup dan sosial merupakan peluang sekaligus tantangan bagi sektor jasa keuangan untuk dapat menciptakan pembiayaan inovatif dan sekaligus melakukan transisi dari business as usual ke pendekatan sustainability business.

Dalam hal ini, peran OJK menjadi sangat penting dan strategis untuk mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan, sejalan dengan usaha menjaga kestabilan ekonomi dan keuangan dari dampak pandemi COVID-19.

“Untuk itu, kolaborasi yang bersifat domestik dan global perlu terus dibangun sesuai dengan arah ke depan yang telah dibentuk oleh komunitas global antara lain World Bank, IMF dan OECD,” ujar Wimboh.

Ia memaparkan, apabila keseluruhan strategi dan kolaborasi dimaksud telah dilakukan secara optimal, maka seluruh investasi yang dilakukan akan sepenuhnya mengadopsi investasi hijau dimana setiap keputusan yang diambil akan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola.

OJK telah menerbitkan berbagai regulasi untuk mendukung implementasi keuangan berkelanjutan termasuk diantaranya POJK No.51/POJK.03/2017 mengenai penerapan keuangan berkelanjutan untuk Lembaga Jasa Keuangan (LJK), emiten dan perusahaan publik, serta POJK No.60/POJK.04/2017 dan KDK No.24/KDK.01/2018 mengenai penerbitan green bond.

Stakeholder telah merespon kebijakan-kebijakan OJK dalam bidang keuangan berkelanjutan diatas, antara lain: Implementasi pembiayaan berkelanjutan di 8 bank peserta pilot project first movers, yang dilanjutkan dengan bergabungnya 5 bank lain; Penyaluran portfolio hijau pada perbankan sekitar Rp 809,75 triliun; Penerbitan green bonds PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 500 miliar; Peningkatan nilai indeks SRI - Kehati sehingga saat ini telah memiliki dana kelolaan sebesar Rp 2,5 triliun; Penerbitan ESG leaders index oleh Bursa Efek Indonesia untuk mewadahi permintaan yang tinggi atas reksadana dan ETF bertema ESG.

Selain itu, OJK juga telah mengeluarkan insentif untuk mendukung kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL BB) melalui pengecualian BMPK dalam proyek produksi KBL BB, serta keringanan penghitungan ATMR dan penilaian kualitas kredit dalam pembelian KBL BB oleh konsumen.

Ke depan, OJK telah mengidentifikasi beberapa program dan menjadikan keuangan berkelanjutan sebagai salah satu inisiatif strategis OJK, antara lain: Penyusunan taksonomi sektor hijau, yang dapat dijadikan panduan untuk mengembangkan inovasi produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan; Pengembangan insentif dan disinsentif keuangan berkelanjutan; Peningkatan capacity building bagi internal maupun eksternal (LJK); dan Pengembangan strategi komunikasi keuangan berkelanjutan.

“Kami optimis bahwa melalui koordinasi yang baik dalam penyusunan kebijakan dan regulasi, serta kerja sama dan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak yang terkait, maka keuangan berkelanjutan di Indonesia akan dapat diterapkan dengan optimal untuk mencapai tujuan global yang telah ditetapkan dalam Paris Agreement dan 17 tujuan SDG,” pungkasnya. (Foto: ANTARAFOTO)