:
Oleh lsma, Jumat, 9 April 2021 | 16:34 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 329
Jakarta, InfoPublik - Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Sentral G20 memandang bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global menunjukkan perbaikan seiring dengan masifnya program vaksin di dunia serta berlanjutnya kebijakan extraordinary dalam menangani pandemi COVID-19.
Namun demikian, tanda-tanda pemulihan tersebut masih belum merata antarnegara. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kecepatan vaksinasi.
Guna membahas hal tersebut, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia menghadiri pertemuan daring para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di bawah Presidensi Italia (the Second G20 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting / FMCBG).
FMCBG dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Italia, dan dihadiri oleh para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20, Bank Dunia, IMF dan Lembaga Internasional lainnya serta negara undangan. FMCBG membahas respons kebijakan G20 terhadap tantangan global penanganan pandemi termasuk ketersediaan vaksin untuk semua, dan perpajakan internasional.
Dalam siaran pers yang diterima, Jumat (9/4/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kerja sama multilateral sangat dibutuhkan dalam memfasilitasi akses terhadap vaksin COVID-19 yang aman, efektif dan terjangkau.
"Setiap negara harus memiliki komitmen dalam menjamin akses dan distribusi vaksin bagi semua negara di dunia, demi mencapai pemulihan ekonomi global secara bersama-sama. Pandemi COVID-19 di dunia baru akan tuntas jika penyebaran di seluruh negara dunia tertangani," kata Sri Mulyani dalam FMCBG tersebut.
G20 juga menekankan kembali komitmennya untuk menghindari penarikan stimulus terlalu dini. Seluruh instrumen kebijakan yang dimiliki negara-negara G20 masih dibutuhkan untuk menangani pandemi dari sisi kesehatan, memulihkan ekonomi melalui perlindungan sosial, mendukung pemulihan global, memerangi ketimpangan, memperkuat stabilitas sistem keuangan, dan menjaga kesinambungan fiskal jangka panjang.
Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman G20 dalam merespon terhadap tantangan global ini tertuang dalam Rencana Aksi G20 (G20 Action Plan).
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan penanganan pandemi dan upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh Indonesia telah sejalan dengan arah kebijakan G20 yang tertuang dalam G20 Action Plan.
Pemerintah Indonesia melanjutkan dukungan kebijakan yang diperlukan, termasuk dukungan fiskal, serta melakukan reformasi struktural guna mendukung pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menyetujui pemutakhiran dokumen G20 Action Plan. Selain sebagai refleksi kebijakan terkini negara anggota G20 dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, G20 Action Plan juga mencerminkan dukungan G20 terhadap negara-negara miskin, serta keuangan berkelanjutan (sustainable finance).
G20 menilai bahwa negara-negara miskin (low-income countries) mengalami tantangan lebih berat dalam menghadapi pandemi.
Untuk mendukung negara-negara miskin tersebut, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menegaskan kembali komitmennya antara lain melalui Special Drawing Rights (SDR) General Allocation, perpanjangan penundaan pembayaran kewajiban utang melalui Debt Service Suspension Initiative (DSSI) hingga Desember 2021, serta implementasi G20 Common Framework on Debt Treatment yang merupakan mekanisme penanganan utang negara-negara miskin yang memenuhi kriteria tertentu.
G20 juga mendukung Penambahan Investasi (Replenishment) International Development Association (IDA)-20 yang akan diselesaikan pada Desember 2021 untuk mendukung pembiayaan negara-negara miskin.
Sementara itu, berkenaan dengan agenda perpajakan internasional, Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menekankan kembali komitmennya untuk mencapai konsensus global atas dua pilar perpajakan internasional terkait ekonomi digital pada pertengahan tahun 2021 mendatang. Selain itu, mereka juga mendukung kerjasama dalam rangka memperkuat kapasitas negara-negara berkembang untuk membangun basis penerimaan perpajakannya.
Terkait dengan hal ini, OECD akan menyampaikan laporan mengenai partisipasi negara berkembang dalam G20/OECD Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dan memberikan rekomendasi area reformasi perpajakan domestik yang perlu dilakukan.
Hal ini dilakukan dalam rangka mencapai sistem perpajakan internasional yang adil, berkelanjutan, dan modern. “Kami berharap konsensus ini dapat tercapai pada pertengahan tahun ini dan dapat segera diimplementasikan”, ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
G20 juga mendukung pentingnya agenda global atas mobilisasi pembiayaan yang berkelanjutan (sustainable finance) dalam rangka mendukung transisi menuju perekonomian yang lebih ramah lingkungan, berdaya tahan dan inklusif. Dalam Finance Track G20, isu-isu sustainable finance ini akan dibahas dalam Sustainable Finance Working Group (SFWG).
Saat ini Indonesia tengah mempersiapkan Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022 mendatang. Peran aktif Indonesia pada forum G20, khususnya Finance Track, sangat strategis dalam mendorong agenda global yang mendukung pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. (Foto: G20)