:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 25 Oktober 2017 | 14:05 WIB - Redaktur: Juli - 281
Jakarta, InfoPublik - BNPB menyebutkan puncak ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) telah berlalu. September adalah puncak dari musim kemarau yang umumnya menimbulkan kebakaran hutan dan lahan meluas di Indonesia.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho hal itu berkat kesiapsiagaan, sinergi, dan antisipasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan berbagai pihak, jumlah titik api dan luas kebakaran hutan dan lahan menurun dibanding tahun sebelumnya.
"Presiden RI terus memantau pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Sinergi antar pihak menentukan keberhasilan pengendalian kebakaran hutan dan lahan," ujar Sutopo, di Jakarta, Rabu (25/10).
Hasilnya, lanjut Sutopo, kebakaran hutan dan lahan selama tahun 2017 dapat diatasi dengan baik. Berbagai indikator menunjukkan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah berhasil dengan baik. Jumlah hotpsot kebakaran hutan dan lahan berkurang, indeks standard pencemaran udara normal hingga sehat.
"Jarak pandang normal dan aktivitas masyarakat berjalan nomal selama 2017. Tidak ada bandara yang tertutup akibat asap," imbuhnya.
Sutopo menjelaskan, jumlah hotspot dari pantauan satelit NOAA menurun 32,6 persen selama tahun 2017 dibandingkan tahun 2016. Pada tahun 2016 jumlah hotspot dari NOAA sebanyak 3.563 sedangkan selama 2017 sebanyak 2.400 titik. Begitu juga hotspot kebakaran hutan dan lahan dari pantauan satelit Terra-Aqua, terjadi penurunan 46,9 persen. Selama tahun 2016 terdapat 3.628 hotspot, sedangkan tahun 2017 sebanyak 1.927 titik untuk tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
"Berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan lahan juga berkurang. Selama tahun 2017 terdapat 124.983 hektare hutan dan lahan yang terbakar. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada tahun 2016 seluas 438.360 hektar dan tahun 2015 seluas 2,61 juta hektar. Ada pergeseran lokasi kebakaran hutan dan lahan. Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2017, bergeser ke NTT, NTB dan Papua," kata Sutopo.
Sementara itu, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama tahun 2017, daerah yang banyak terbakar di NTT seluas 33.030 hektare, NTB 26.217 hektare, dan Papua 16.492 hektare. Sedangkan daerah-deerah yang langganan kebakaran hutan di tahun sebelumnya, justru berkurang. Luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau 6.841 hektare, Sumatera Selatan 3.007 hektare, Jambi 109 hektare, Kalimantan Barat 6.992 hektare, Kalimantan Selatan 3.007 hektare, Kalimantan Tengah 1.365 hektar dan Kalimantan Timur 262 hektare.
Musim kemarau tahun 2017 adalah normal. Lebih kering dibandingkan 2016 yang saat itu kemaraunya basah dan periode musim kemarau lebih pendek karena terpengaruh fenomena La Nina. Namun dibandingkan tahun 2015, kemarau 2017 lebih rendah intensitas keringnya. Tahun 2015 adalah kemarau yang sangat kering dan panjang karena adanya pengaruh El Nino.
Keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan selama 2017, tidak terlepas dari sinergi yang dilakukan semua pihak. Koordinasi yang dilakukan antara Kementerian LHK, BNPB, TNI, Polri, Lapan, BMKG, BPPT, BRG, BPBD, Pemerintah Daerah, relawan, dunia usaha, masyarakat dan lainnya telah berlangsung dengan baik.
Belajar dari pengalaman kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, maka selama 2017 Pemerintah Daerah tidak ada yang terlambat dalam menetapkan status siaga darurat sehingga Pemerintah Pusat dapat memberikan pendampingan dan mengambil langkah-langkat antisipasi.
Patroli terpadu dilakukan dengan mendirikan 300 posko desa dengan jangkauan 1.203 desa rawan kebakaran hutan dan lahan. Kementerian LHK menggerakkan 1.980 personil Manggala Agni dan 9.963 orang Masyarakat Peduli Api untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan. Ribuan personil TNI dan Polri dikerahkan untuk antisipasi dan pemadaman. BNPB mengerahkan 26 helikopter water bombing dan 3 pesawat untuk hujan buatan. Total 71,9 juta liter air telah dijatuhkan oleh helicopter water bombing, dan 162 ton garam disemai untuk hujan buatan.
"Saat ini upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan masih terus dilakukan di daerah. Siaga darurat kebakaran hutan lahan masih diberlakukan oleh Kepala Daerah hingga akhir Oktober-November 2017. Semoga tahun-tahun mendatang makin lebih baik," pungkas Sutopo.