Kadar Belerang Gunung Agung Belum Terdeteksi di Radius 12 Km

:


Oleh Reporter, Senin, 9 Oktober 2017 | 08:53 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 893


Amlapura, InfoPublik - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, Minggu (8/10) malam, menyatakan kadar belerang (SO2) belum terdeteksi di radius 12 kilometer dari Gunung Agung.

Pengukuran dilakukan terkait hujan pada dua hari terakhir, yang memicu kepulan asap setinggi 1500 meter dari kawah Gunung Agung. "Berdasarkan dari hasil pemeriksaan petugas kami dari arah utara dan selatan Gunung Agung, hingga saat ini kandungan gas belerang masih nol," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Gede Suantika, di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, seperti dilaporkan tribunnews.com.

Pengukuran terhadap kadar belerang Gunung Agung telah dilakukan sejak tiga hari dengan menggunakan alat spektrometer. Alat tersebut digunakan untuk pengambilan contoh kandungan sulfur dari gunung dari jarak 12 kilometer dari bibir kawah.

Gede Suantika mencontohkan, metode pengecekan kandungan sulfur ini sangat tergantung dengan posisi dan arah angin. Apabila sebaran gas sulfur terbawa angin ke arah barat, maka pengecekan harus dilakukan di arah barat Gunung Agung dan alat spektrometer harus diarahkan vertikal (ke atas) mengarah utara dan selatan.

"Apabila gas ini melintas di atas spektrometer ini, maka akan diketahui kosentrasi kandungan gas belerang itu. Tapi sampai saat ini masih nihil di radius 12 km. Namun berdasarkan informasi pendaki terakhir, di radius 700 meter dari bibir kawah sudah tercium aroma belerang," ujarnya.

Sementara itu, Kepala PVMBG Kasbani menambahkan pihaknya telah menambah dua alat tilmeter (alat baru untuk mendeteksi deformasi) untuk mengkonfirmasi pengembungan Gunung Agung. "Alat ini kembali difungsikan untuk mengantisipasi hal terburuk, akibat penggembungan gunung Agung," ujarnya.

Tingginya curah hujan di sekitar gunung Agung dalam beberapa hari terkahir menjadi pemicu kepulan asap setinggi 1500 meter yang tampak Sabtu (7/10) malam. "Asap tersebut masih putih dan belum bercampur material. Kemungkinan kepulan asap setinggi 1500 meter dari puncak gunung itu diakibatkan oleh curah hujan yang masih tinggi di sekitar Gunung Agung selama tiga hari terakhir. Jadi bukan letusan," ujar Gede Suantika.

Ia menjelaskan, asap yang membumbung tinggi dapat dipicu oleh dasar kawah yang sangat panas, lalu diguyur hujan deras. Akumulasi air ke bawah kawah, lalu dilepas menjadi uap air yang tampak berupa asap berwarna putih. "Jadi 99 persen  asap yang kemarin mengepul tinggi masih mengandung uap air. Jadi fenomena kemarin malam itu belum erupsi, tapi masih aktivitas solfatara," jelas Gede Suantika.

Gunung api dapat dikatakan erupsi jika kepulan asap berwarna pekat dan bercampur material dari perut bumi. Hasil evaluasi aktivitas vulkanik Gunung Agung per Minggu (8/10), menunjukkan jika gunung Agung masih dalam status awas. Kondisi kegempaan pun tetap kritis.

Angka gempa vulkanik dalam masih berada di angka 500-600 per hari, sementara gempa vulkanik dangkal berada di angka 300- 350 per hari, sedangkan gempa tektonik lokal masih diangka 60-70 per harinya.

"Dari kegempaan, belum ada tanda-tanda tremor. Masih gempa seperti sebelumnya.  Berdasarkan informasi dari pendaki terakhir, sudah tercium bau belerang di radius sekitar 700 meter dari bibir kawah gunung Agung," jelas Gede Suantika.

Foto: antarafoto.com