:
Oleh H. A. Azwar, Jumat, 29 September 2017 | 09:17 WIB - Redaktur: Juli - 383
Jakarta, InfoPublik - Aktivitas vulkanik Gunung Agung masih tinggi, hal ini menunjukkan masih berlangsungnya dorongan magma ke permukaan. Meski demikian pengamatan visual tanda-tanda erupsi belum tampak, sehingga tidak dapat diprediksi pasti kapan Gunung Agung akan erupsi/meletus.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, hingga Jumat (29/9) status Gunung Agung tetap Awas (Level 4). Untuk memenuhi kebutuhan pengungsi yang terus bertambah, ketersediaan logistik mencukupi hingga satu bulan ke depan. Bantuan terus berdatangan, baik bantuan dari pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat.
"Distribusi bantuan ke pengungsi juga berjalan dengan lancar. Jika ada beberapa titik pengungsian belum menerima bantuan disebabkan pos pengungsi mandiri tersebut tidak melaporkan ke petugas," kata Sutopo.
Pendataan terus dilakukan agar penyaluran bantuan dapat melayani semuanya. "Bantuan masyarakat dan semua elemen di Bali luar biasa. Semua bergerak," ujarnya.
Menurutnya, karakter masyarakat Bali yang suka gotong royong, saling menghargai, senang membantu dan rukun menyebabkan penanganan pengungsi berlangsung dengan lancar. Antara masyarakat dan aparat pemerintah kompak menyebabkan pengungsi terlayani dengan baik.
“Ini adalah modal sosial yang besar yang membentuk masyarakat Bali tangguh menghadapi bencana, sejak dulu masyarakat Bali memiliki kearifan lokal menyama braya. Menyama Braya adalah konsep ideal hidup bermasyarakat di Bali sebagai filosofi dari karma margayang bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Bali untuk dapat hidup rukun," ungkapnya.
Sutopo juga menuturkan, kerukunan mengandung makna akrab, damai dan tidak berseteru, diibaratkan pada kehidupan sepasang suami istri dalam rumah tangga yang harmonis dan damai dalam menghormati kearifan lokal sebagai landasan strategis mewujudkan makna menyama braya sebagai penguatan jati diri bangsa.
Ia melanjutkan, bahwa manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dilindungi oleh komunitasnya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya. Manusia pada hakikatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesama umat manusia.
"Karena itu selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik, terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa dan selalu berusaha untuk sedapat mungkin bekerja sama dalam komunitas. Itulah yang tercermin di Bali meski Gunung Agung status Awas," papar Sutopo.
Sementara itu, jumlah pengungsi dari ancaman meletusnya Gunung Agung terus bertambah. Hingga Kamis (28/9) sore, jumlah pengungsi mencapai 134.229 jiwa di 484 titik pengungsian yang tersebar di 9 kabupaten/kota di Bali.
Menurut Sutopo, banyaknya jumlah pengungsi ini disebabkan masyarakat yang tinggal di luar radius berbahaya pun ikut mengungsi. “Sesungguhnya mereka tinggal di tempat yang aman. Namun karena sulitnya memahami dan mengetahui batas radius berbahaya di lapangan menyebabkan masyarakat ikut mengungsi," katanya.
Dia menjelaskan, batas radius berbahaya yang ada di peta, tidak tampak di lapangan. Sehingga masyarakat sulit mengetahui posisi sebenarnya. Apalagi kenaikan status Awas ditetapkan malam hari.
"Saat terjadi gempa yang beruntun dan ditambah beredarnya banyak informasi palsu (hoax) sehingga masyarakat yang tinggal di daerah aman pun ikut mengungsi. Ini adalah hal yang manusiawi dan sering ditemukan di tempat lain,” ujar Sutopo.
Pengungsi sebanyak 134.229 jiwa tersebut berada di Kabupaten Badung 15 titik sebanyak 5.879 jiwa, Kabupaten Bangli 30 titik (6.158 jiwa), Kabupaten Buleleng 26 titik (16.901 jiwa), Kota Denpasar 51 titik (11.036 jiwa), Kabupaten Gianyar 16 titik (12.084 jiwa), Kabupaten Jembrana 29 titik (420 jiwa), Kabupaten Karangasem 122 titik (49.575 jiwa), Kabupaten Klungkung 173 titik (27.395 jiwa), dan Kabupaten Tabanan 26 titik sebanyak 4.851 jiwa.