:
Oleh H. A. Azwar, Senin, 25 September 2017 | 23:22 WIB - Redaktur: Juli - 270
Jakarta, InfoPublik - Aktivitas Gunung Agung di Bali terus menunjukkan peningkatan sejak ditetapkan status AWAS per 22 September 2017 lalu, dari seluruh pengamatan saat ini memasuki fase kritis dan menunjukkan potensi meletusnya tinggi.
“Kami tidak bisa memprediksi apalagi memastikan kapan secara pasti Gunung Agung akan meletus. Tetapi, dari seluruh pengamatan menunjukkan potensi untuk meletusnya tinggi. Sampai saat ini Gunung Agung belum meletus,” ungkap Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Gedung BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin (25/9).
Menurut Sutopo, aktivitas Gunung Agung sangat tinggi sejak ditetapkan level 3 (SIAGA) kemudian tanggal 22 September level 4 (AWAS). “Gunung Agung saat ini memasuki fase kritis. Artinya, dari segala pengamatan instrumentasi menunjukkan ada proses magma yang mendorong ke permukaan tetapi tersumbat oleh material-material batuan yang ada di sana,” ujarnya.
Pergerakan magma, lanjut dia, diperkirakan mendekati permukaan yang diindikasikan meningkatnya gempa vulkanik dangkal pada kedalaman dua hingga tiga meter. Sumber gempa terdalam di bawah Gunung Agung ada di kedalaman 40 hingga 50 km dan naik hingga di bawah 10 km. Sumber gempa bergerak dari barat laut, sekitar Gunung Batur ke tenggara.
Meskipun sudah dinyatakan berstatus AWAS, belum tentu suatu gunung api akan meletus sebab tergantung energi yang didorongkan dari bawah. Namun, untuk mengantisipasi bencana lebih besar, masyarakat dalam radius sembilan kilometer ditambah 12 kilometer dari kawah Gunung Agung tetap diminta mengungsi.
Sutopo menjelaskan, sejarah terakhir meletusnya Gunung Agung terjadi pada tahun 1963. Pada waktu itu, Gunung Agung meletus selama satu tahun dari 18 Februari 1963 sampai dengan 27 Januari 1964. Letusannya bersifat eksplosif.
“Kolom ketinggiannya pada saat itu 20 kilometer, kemudian memuntahkan material-material berupa aerosol sulfat yang kemudian menyebar di lapisan atmosfer yang menyebabkan temperatur bumi menurun 0,4 derajat Celcius. Letusannya sangat besar dan mematikan,” jelas Sutopo.
Mengenai dampaknya, dikatakan Sutopo, bila mengacu pada para peneliti vulkanologi dan jurnal sains, menyebabkan 1.549 orang meninggal, 1.700 rumah hancur, 225 ribu orang kehilangan mata pencaharian, dan 100 ribu jiwa mengungsi. Adapun dampak susulannya ketika musim penghujan turun berupa banjir lahar yang juga menghancurkan permukiman di lereng selatan Gunung Agung, 200 orang tewas dan 316.518 ton produksi pangan hancur.
“Sayangnya kami tidak memiliki data panjang erupsi Gunung Agung sehingga tidak bisa mengklasifikasikan periode pendek, periode menengah, periode panjang. Kami tidak tahu di sini,” pungkas Sutopo.