Aktivitas Gunung Agung Meningkat, 1.259 Jiwa Mengungsi

:


Oleh H. A. Azwar, Kamis, 21 September 2017 | 18:11 WIB - Redaktur: Juli - 383


Jakarta, InfoPublik - Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali masih menunjukkan aktivitas vulkanik yang tinggi. Indikasi pergerakan magma ke permukaan terus berlangsung sehingga menyebabkan gempa vulkanik sering terjadi.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menginformasikan, Pos Pengamatan Gunungapi Agung pada Rabu (20/9/2017) merekam 563 kali gempa vulkanik dalam, dan 8 kali gempa vulkanik dangkal.

Sementara pada Kamis (21/9) antara pukul 06.00 – 12.00 Wib merekam 144 kali gempa vulkanik dalam dan 10 kali gempa vulkanik dangkal.

Menurut Sutopo, ada proses pergerakan magma yang mendorong permukaan dan meruntuhkan batuan yang menyumbatnya di pada jarak 5 kilometer di bawah permukaan bumi. Status Gunung Agung masih Siaga (Level III).

Rekomendasi PVMBG adalah masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak beraktivitas, tidak melakukan pendakian dan tidak berkemah di dalam area kawah Gunung Agung, dan di seluruh area di dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung atau pada elevasi di atas 950 meter dari permukaan laut dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara, Tenggara dan Selatan - Baratdaya sejauh 7,5 kilometer. Artinya di dalam wilayah tersebut harus kosong atau tidak ada aktivitas masyarakat karena berbahaya jika sewaktu-waktu gunung meletus. 

Jumlah penduduk di Kawasan Rawan Bencana 3 (KRB 3) sesuai radius yang ditetapkan terdapat 49.485 jiwa yang berasal dari 6 desa di Kabupaten Karangasem yaitu  Desa Jungutan Kecamatan Bebandem, Desa Buana Giri Kecamatan Bebandem, Desa Sebudi Kecamatan Selat, Desa Besakih Kecamatan Rendang,  Desa Dukuh Kecamatan Kubu, dan Desa Ban Kecamatan Kubu.

Pemerintah daerah Kabupaten Karangasem dan Pemda Provinsi Bali masih menyiapkan sarana dan prasarana pengungsian. Titik pengungsian sudah ditetapkan. Pendirian tenda, MCK, dapur umum, logistik, kendaraan evakuasi, dan lainnya masih terus disiapkan oleh  berbagai pihak, baik dari BPBD, TNI, Polri, SKPD, PMI, relawan dan lainnya.

Pendataan pengungsi terus dilakukan. Jumlah pengungsi terus bergerak naik. Meskipun kepala daerah setempat belum memerintahkan secara resmi mengungsi, namun pengungsi banyak dilakukan warga. Data sementara dari Pusdalops BPBD Provinsi Bali, saat ini terdapat 1.259 jiwa pengungsi.

Adapun lokasi pengungsian yaitu: 1. Pos pengungsian di Desa Les Buleleng, Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng terdapat 222 jiwa pengungsi yaitu 124 jiwa laki-laki dan 98 jiwa perempuan. Mereka berasal dari 4 dusun yaitu Dusun Pengalusan, Belong, Bunga dan Pucang. 2. Aula Kantor Desa Tembok Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng sebanyak 114 jiwa. Pegungsi dari Dusun Bahel Desa Dukuh Kecamatan Kubu. 3. Gudang milik Dewa Nyoman Rai Desa Tembok Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng sebanyak 42 jiwa.

Mereka berasal dari  Dusun Panda Sari Desa Dukuh Kecamatan Kubu. 4. Pengungsi mandiri di rumah warga atau kerabatnya sebanyak 23 jiwa di Desa Tembok Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng. 5. Pengungsi mandiri di rumah warga di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng sebanyak 18 jiwa. 6. Pos pengungsi GOR Swecaparu Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung sebanyak 378 jiwa pengungsi yang berasal dari Desa Sebudi Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.

Dari 378 jiwa, mereka berada di GOR Swecepu sebanyak 84 KK (327 jiwa) yaitu 143 jiwa pria dan 184 jiwa perempuan, dan 14 KK (51 jiwa, dimana 19 jiwa pria dan 32 jiwa perempuan). Mereka melakukan evakuasi mandiri dan tinggal di kerabatnya. 7. Pos pengungsian Wantilan Pura Puseh Tebola Desa Sidemen Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem sebanyak 292 jiwa. Pengungsi berasal dari  Dusun Sebun dan Dusun Sogra. 8. Pos Balai Banjar Desa Adat Sanggem, Desa Sangkan Kabupaten Karangasem sebanya 170 jiwa. Pengungsi berasal dari Banjar Dinas Yehe dan Sebudi.

Menurut Sutopo, jumlah pengungsi terus bertambah mengingat belum semua data dilaporkan ke Pusdalops BPBD Bali. "Sebagian besar masyarakat mengungsi karena pengalaman masa lalu saat Gunung Agung meletus besar tahun 1963. Tanda-tanda yang mereka rasakan saat ini, yaitu gempa vulkanik yang sering terjadi saat ini mirip dengan kejadian sebelum Gunung Agung meletus tahun 1963. Letusan saat itu berlangsung hampir selama setahun yaitu 18/2/1963 hingga 27/1/1964. Korban tercatat 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka," ujarnya.

Sutopo mengakui bahwa tidak mudah menangani pengungsi. Apalagi pengungsi dari erupsi gunung api yang jumlahnya besar dan tidak diketahui pasti sampai kapan harus mengungsi karena sangat tergantung dari waktu letusannya.

"Saat ini sudah banyak tenda pengungsi didirikan. Namun umumnya mengungsi di tenda, tidak nyaman karena panas dan jika terjadi erupsi disertai hujan abu dan pasir, tenda dapat roboh seperti saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Banjar atau balai desa adalah tempat pengungsian yang lebih nyaman. Begitu juga mengungsi di kerabat atau desa sekitarnya. BNPB telah menyarankan agar dicari desa-desa di sekitarnya yang aman dan bisa menampung pengungsi. Model ini dikenal sister village seperti yang banyak dikembangkan di sekitar Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta," kata Sutopo.

Sutopo mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. "Pemerintah dan pemda bersama unsur lainnya pasti akan melindungi masyarakat. Saat ini masih terus disiapkan sarana dan prasarana di pos pengungsian. Prioritas pengungsian adalah kelompok rentan yaitu balita, ibu hamil, lansia dan disabilitas. Pendataan masih dilakukan," pungkas Sutopo.