BNPB: Karhutla di Papua Meningkat

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 8 Agustus 2017 | 09:08 WIB - Redaktur: Juli - 453


Jakarta, InfoPublik - Jumlah hotspot (titik panas) dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) berdasarkan hasil pemantauan melalui satelit Aqua, Terra, SNNP pada catalog modis LAPAN pada Senin (7/8)  pukul 16.00 WIB terdapat 158 hotspot kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Adapun sebaran dari 158 hotspot adalah Papua 93, Jawa Timur 17, Sulteng 1, Kaltim 1, Kalsel 1,  Kalteng 3, Jabar 3, Jateng 2, NTT 13, NTB 11, Kaltara 3, Sulsel 1, Sumbar 3, Riau 1, Bengkulu 1, Aceh 1, Sumsel 2, dan Sumut 1.

Jumlah hotspot yang melonjak bertambah adalah di Papua yaitu dari 7 hotspot pada Minggu (6/8) meningkat menjadi 93 hotspot pada Senin (7/8). Hotspot ini terpusat di Kabupaten Merauke (92 hotspot) dan Mamberamo Tengah (1 hotspot).

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, jika selama ini kebakaran hutan dan lahan hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan, khususnya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, namun sejak tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan juga secara luas terjadi di tanah Papua.

Kebakaran hutan dan lahan di Papua harus diwaspadai. Peningkatan jumlah hotspot tidak terlepas dari pembukaan perkebunan yang besar-besaran di Papua. Jenis tanah yang terbakar adalah tanah gambut dan mineral.

"Berdasarkan pantauan citra satelit, perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan berlangsung cukup cepat dan luas di Papua. Aktivitas ini disertai dengan peningkatan kebakaran hutan dan lahan dalam pembersihan lahan,” ungkap Sutopo dalam keterangannya, pada Selasa (8/8).

Dijelaskannya, sebagai gambaran, hasil analisis penginderaan jauh selama 1/7/2015 hingga 20/10/2015 oleh Lapan, luas hutan dan lahan yang terbakar di Papua mencapai 354.191 hektar. Kebakaran hutan dan lahan di Papua ini banyak terjadi di Kabupaten Merauke dan Mappi.

“Luasnya hutan dan lahan yang terbakar saat itu sulit dipadamkan karena berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana prasarana dan personil untuk memadamkan api, serta belum adanya BPBD Merauke,” jelas Sutopo.

Menurutnya, saat ini, pantauan satelit mengindikasikan bahwa kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Merauke, Papua. Harus diwaspadai dan dilakukan antisipasi agar kebakaran hutan dan lahan tidak meluas. Memang dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak separah di Sumatera dan Kalimantan namun tetap perlu dilakukan upaya pencegahan agat tidak berulang dan meluas. “Hutan dan keanekaragamam hayati di Papua perlu dipertahankan agar tidak mudah dikonversi menjadi penggunaan lain dan tidak terbakar,” ujarnya.

Sutopo menambahkan, musim kemarau masih akan berlangsung hingga Oktober nanti. “Puncak musim kemarau diperkirakan pada September mendatang. Potensi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan akan meningkat,” kata Sutopo.