:
Oleh H. A. Azwar, Minggu, 23 Oktober 2016 | 18:03 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K
Pacitan, InfoPublik - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan menyelenggarakan hiburan pertunjukan rakyat wayang kulit bangkitkan kesadaran masyarakat Pacitan terhadap potensi bahaya bencana.
Ribuan warga Pacitan hadir di Alun-Alun Pacitan pada Sabtu (22/10) malam guna menyaksikan wayang kulit. Bahkan beberapa warga asing dari Amerika, Inggris, Jepang, Australia murid Dalang Ki Purbo Asmoro yang sedang belajar kesenian Jawa ikut hadir menyaksikan pagelaran wayang kulit tersebut.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam sambutannya menyatakan, BNPB menggagas kampanye “Budaya Sadar Bencana” sebagai upaya untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap bencana.
Kita tahu bahwa kita sering lupa dengan bencana, apalagi bila kejadian bencana tersebut terjadi lima atau sepuluh tahun lalu. Kemudian kita tidak waspada terhadap berbagai ancaman atau potensi bahaya di sekitar kita, kata Sutopo.
Menurutnya, pengetahuan bencana oleh masyarakat telah meningkat secara signifikan sejak tsunami Aceh. Namun, pengetahuan tersebut belum menjadi sikap dan perilaku. Apalagi menjadi budaya sadar bencana. “Kita masih perlu kerja keras dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat sadar bencana,” ujarnya.
Sutopo menambahkan, BNPB mempersembahkan acara ini bukan semata-mata sebagai ajang hiburan bagi masyarakat tetapi sebagai media edukasi bencana yang menjadi salah satu upaya dalam pengurangan risiko bencana.
Kami sangat mengharapkan masyarakat yang hadir di sini tidak hanyak mengikuti kisah yang disampaikan oleh Sang Dalang, tetapi juga menerima pesan-pesan terkait bencana, paparnya.
Ki Purbo Asmoro membawakan lakon “Mbangun Candi Sapto Argo”, sebuah kisah Begawan Abiyoso, kakek dari Pandawa, membangun Candi Sapto Argo. Candi tersebut sebagai simbol penguatan kapasitas dan jati diri rakyat Amarta, dalam konteks spiritual.
Makna dibalik kisah ini mengenai bagaimana membangun kearifan lokal dalam mitigasi bencana. Di sisi lain, pembangunan candi sebagai simbol tempat ibadah dan bangunan publik yang harus memperhatikan rencana tata ruang sehingga tidak mengganggu ekosistem di sekitar.
Pesan yang ingin disampaikan oleh Sang Dalang yaitu pembangunan sumberdaya manusia tangguh bencana dan konsep pembangunan fisik dengan mengedepankan sisi aman bencana.
Ribuan warga Pacitan memadati pertunjukkan wayang kulit yang berbarengan dengan peringatan Hari Santri Nasional. Pertunjukkan ini juga disiarkan langsung melalui stasiun radio Grindulu FM Pacitan. Dalam kesempatan itu BNPB juga memberikan bantuan santunan untuk anak-anak yatim.
Warga yang hadir mengaku senang adanya hiburan wayang kulit seperti ini, namun yang bermuatan bencana baru kali ini. Mereka berharap BNPB sering menyelenggarakan wayang kulit atau kesenian rakyat dengan isi bencana.
Pacitan termasuk wilayah dalam 136 kabupaten/kota dengan indeks risiko tinggi. Catatan sejarah gempabumi besar Pacitan pada 1859 dengan kekuatan 7,5 SR. Gempa saat itu menyebabkan tsunami kecil. Berselang 78 tahun, gempa besar berkekuatan 7,2 SR terjadi.
Sementara itu, beberapa waktu lalu UPN Veteran Yogyakarta, Pusat Geoteknologi LIPI serta Universitas Birgham Young, Amerika Serikat melakukan penelitian tentang endapan tsunami purba dan peramalan tsunami. Dari hasil penelitian tersebut, jargon 20-20-20, dalam konteks potensi bencana gempabumi dan taunami, dicetuskan bersama tim peneliti dan BPBD Pacitan.