:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 8 Juni 2016 | 15:07 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K
Jakarta, InfoPublik - Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan BMKG telah memprediksi La Nina berpeluang muncul mulai Juli, Agustus, September (JAS) 2016 dengan intensitas lemah sampai sedang.
Munculnya La Nina ini akan muncul fenomena Dipole Mode Negatif, dimana kondisi suhu muka laut di bagian Barat Sumatera lebih hangat dari suhu muka laut di Pantai Timur Afrika sehingga menambah pasokan uap air yang menimbulkan bertambahnya curah hujan untuk wilayah Indonesia Bagian Barat, kata Sutopo, di Jakarta, Rabu (8/6).
Menurutnya, kondisi dipole mode yang diprediksi akan menguat pada buli Juli hingga September dapat memicu bertambahnya potensi curah hujan di atas normal pada periode musim kemarau (Juli, Agustus, September) meliputi Sumatera Utara Bagian Barat, Sumatera Barat bagian Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa bagian Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawsi Tenggara, dan Papua.
Kondisi ini akan berdampak positif dan negatif. Banjir dan longsor berpotensi meningkat. Sedangkan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan tidak akan sebesar tahun 2015. Selain faktor alam yang mendukung, antisipasi kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2016 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, ujarnya.
Ditambahkannya, koordinasi antara Pemerintah dengan pemda terus dilakukan dengan intensif. Bahkan BNPB telah menempatkan 2 helicopter dan 2 pesawat Air Tractor untuk pemboman air dari udara di Pekanbaru sejak April lalu. “Hampir setiap hari helikopter dan pesawat tersebut melakukan pemadaman api di wilayah Riau,” imbuh dia.
Dijelaskannya, saat ini kondisi cuaca masih dalam musim pancaroba. Kejadian curah hujan ekstrem banyak terjadi di beberapa wilayah sehingga menimbulkan banjir, longsor dan puting beliung.
Berdasarkan data sementara, sejak 1 Januari 2016 hingga 7 Juni 2016 ini, telah terjadi 978 kejadian bencana. Dampak yang ditimbulkan adalah 154 orang meninggal, 233 luka-luka-luka, 1,68 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan ribuan rumah rusak akibat bencana.
Bencana hidrometerologi mendominasi kejadian bencana. Tanah longsor masih menjadi bencana paling mematikan dimana terdapat 53 jiwa orang meninggal. Sementara itu, 52 orang meninggal akibat banjir, dan 34 orang meninggal akibat banjir dan tanah longsor. Sedangkan bencana geologi yaitu erupi gunungapi menyebabkan 9 orang meninggal akibat diterjang awan panas Gunung Sinabung.
Dibandingkan dengan kejadian bencana pada tahun 2015, secara umum kejadian bencana tahun 2016 relatif lebih sedikit. Begitu jumlah korban jiwa akibat bencana. Pada periode yang sama, kejadian bencana tahun 2015 terdapat 1.702 kejadian, 259 orang meninggal, dan 1,22 juta jiwa menderita dan mengungsi. Diperkirakan pada musim penghujan akhir 2016 dan awal 2017 curah hujan akan lebih meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga potensi banjir, longsor dan puting beliung akan lebih meningkat.
Sutopo mengingatkan, antisipasi menghadapi kemarau basah dan musim penghujan pengaruh La Nina perlu ditingkatkan sesuai dengan tingkat ancaman bencana yang meningkat pula.
“Sosialisasi juga perlu lebih digalakkan agar masyarakat memahami kondisi terkini terkait ancaman bencana yang akan dihadapi,” tukas Sutopo.