:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 8 Juni 2016 | 09:25 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 467
Jakarta, InfoPublik - Gempa bumi berkekuatan 6,6 SR di laut dengan kedalaman hiposenter 58 km pada jarak 126 km baratlaut Kota Ternate atau 131 km timur Kota Bitung pada Rabu (8/6) pukul 02.15 WIB.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, BMKG telah melaporkan kejadian gempa kepada Posko BNPB dan masyarakat.
“Tidak ada potensi tsunami. Meskipun gempa tektonik cukup besar dan berada pada kedalaman dangkal namun tidak mempunyai energi yang cukup untuk membangkitkan tsunami,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Rabu (8/6).
Menurut Sutopo, sumber gempa berasal dari pertemuan lempeng Filipina dari arah timur dan lempeng Eurasia dari arah barat sehingga terjadi penyesaran naik. Di daerah laut ini sering terjadi gempa karena pergerakan kedua lempeng aktif.
Masyarakat di sekitar pusat gempa merasakan guncangan yang cukup keras seperti di Kota Ternate, Kota Bitung, Kota Manado, dan Halmahera Barat selama kurang lebih 5-10 detik.
Sebagian masyarakat yang sahur langsung ke luar rumah. Sementara itu masyarakat di Tondano dan Tomohon Sulawesi Utara merasakan guncangan sedang.
Hingga saat ini belum ada laporan korban jiwa. BPBD masih melakukan pemantauan dampak gempa, ujarnya.
Sutopo menambahkan, info dari Camat Batang Dua Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dilaporkan bahwa di Kelurahan Mayau terdapat tiga rumah rusak berat, di Kelurahan Kelewi satu rumah rusak berat dan 14 rumah rusak ringan, satu banguban Gereja di Tifure rusak ringan. “Kelurahan Mayau di Pulau Mayau adalah pulau kecil yang lokasinya paling dekat dengan pusat gempa bumi di Laut Maluku,” imbuhnya.
Sutopo mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. “Gempa yang selalu berulang wilayah kita hendaknya menjadi pengungkit untuk selalu menyiapkan diri mengantisipasi gempa,” pesan Sutopo.
Dijelaskannya, korban gempa bukan karena gempa, tetapi karena bangunannya. Secara umum bangunan-bangunan rumah dan fasilitas umum (fasum) belum dibangun dengam konstruksi tahan gempa.
Pedoman rumah tahan gempa dan peta rawan gempa belum banyak dijadikan acuan dalam pembangunan perumahan. Tukang-tukang bangunan juga banyak yang belum paham tentang konstruksi rumah taham gempa sehingga saat membangun juga belum memasukkan kaidah-kaidah rumah tahan gempa.
Ini adalah tantangan kita bersama bagaimana mengimplementasikan pengetahuan gempa menjadi sikap dan perilaku, tukas Sutopo.