PJT I Minta Masyarakat Waspada Kemarau Panjang

:


Oleh MC Provinsi Jawa Timur, Kamis, 22 Juni 2017 | 08:44 WIB - Redaktur: Kusnadi - 808


Surabaya, InfoPublik - Perum Jasa Tirta (PJT) I meminta masyarakat agar waspada terjadinya kemarau panjang yang bisa mengakibatkan turunnya debit air serta kualitas bahan baku untuk air layak konsumsi di Surabaya.      

“Masyarakat mulai sekarang belajar tidak membuang sampah di sungai, terlebih saat musim kemarau nanti, kalau industri ada peraturan dan sanksinya, masyarakat sulit ditindak,” kata Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air Wilayah Sungai Brantas II PJT I, Viari Djajasinga di kantornya Surabaya, Rabu (21/6) .  

Menurutnya, kemarau panjang yang diprediksi terjadi beberapa bulan ke depan diakibatkan topan el nino yang akan masuk wilayah Indonesia.  Musim kemarau panjang, otomatis debit air sungai akan sangat berkurang.

“Saat ini wilayah kami punya kewajiban menyediakan 14.175 liter/detik Itu terdiri konsumsi PDAM Surabaya 10.500 liter, PDAM Gresik 1.340 liter, dan air baku industri di Surabaya 2.355 liter per detik,” ungkapnya.  

Apabila kemarau panjang tidak segera berakhir, pasokan air dari Kali Surabaya bisa hanya mencapai 15 meter kubik per detik. Hal itu merupakan situasi paling kritis. Viari menambahkan, selama ini Surabaya menjadi wilayah dengan kualitas air paling buruk sepanjang bantaran Sungai Brantas.  

Lima tahun terakhir, jumlah dissolved oxygen Kali Surabaya tercatat hanya sekitar 3–4 miligram per liter (mg/l). Turun jauh dari pasokan air di wilayahwilayah hulu yang mencapai 5 mg/l.

”Kalau terjadi kasus ikan teler karena kurang oksigen akibat sungai yang tercemar, kami langsung gelontorkan air dari Waduk Sutami. Cara ini tidak bisa kami lakukan saat  kemarau karena jumlah air yang kami milki sangat sedikit,” tuturnya.  

Karena itu, Viari mengajak setiap pemangku kepentingan untuk bisa menjaga kualitas air. Saat ini turunnya kualitas air justru disebabkan pembuangan limbah yang tak bertanggung jawab, baik industri maupun domestik.  

Sementara, Direktur LSM Konsorsium Lingkungan Hidup, Imam Rochani menambahkan, soal problem tersebut,para pemangku kebijakan, seperti Badan Lingkungan Hidup Jatim, Dinas Lingkungan Hidup Surabaya, dan Balai Besar Wilayah Sungai Brantas masih terpaku pada kesulitan pembuatan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal yang seharusnya dipasang di wilayah permukiman bantaran sungai.

”Dari target 98 IPAL komunal, baru 16 yang direalisasikan. Padahal, 65 persen pencemaran sungai berasal dari limbah domestik,” terang Imam Rochani.  

Penertiban limbah domestik pun diakui lebih susah daripada limbah industri. Jika limbah industri, pemerintah bisa saja langsung memberikan surat peringatan atau sanksi administrasi. Sementara itu, warga tidak mungkin diberi sanksi. Satu-satunya jalan adalah sosialisasi atau pembuatan fasilitas IPAL yang layak.

”Semua jajaran seharusnya segera turun tangan mengubah kebiasaan warga-warga, terutama yang tempatnya di bantaran sungai,” ungkapnya. (MC Diskominfo Prov Jatim/non-hjr/Kus)