Menteri Basuki Ajak REI Tingkatkan Porsi Perumahan Untuk MBR

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 4 April 2017 | 13:34 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 565


Badung, InfoPublik - Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan semakin tingginya kebutuhan atas rumah. Dari sisi penyediaan, jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi permintaan rumah layak huni, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengajak pihak Real Estate Indonesia (REI) lebih meningkatkan porsinya dalam pembangunan rumah bagi MBR. 

"Saya mengapresiasi tekad REI yang ingin menjadi garda terdepan bagi penyediaan perumahan rakyat. Dengan REI yang semakin fokus membantu MBR memiliki rumah, saya semakin yakin lebih mudah untuk mewujudkan program satu juta rumah," ujar Menteri Basuki usai menghadiri perayaan ulang tahun REI ke-45 di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana, Bali, Sabtu (1/4). 

Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, Anggota Komisi V DPR RI Nusyirwan Sudjono, Ketua Umum REI Sulaiman Sumawinata, Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti, Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Rildo Ananda Anwar, Direktur Utama PPDPP Budi Hartono, dan Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S. Atmawidjaja. 

Menteri Basuki mengatakan terus berupaya menggandeng seluruh mitra terkait pemenuhan kebutuhan perumahan terutama untuk MBR. Salah satunya menurut Menteri Basuki yaitu Kredit Mikro BTN yang diperuntukkan bagi pekerja informal yang baru diluncurkan beberapa waktu lalu. 

"Yang paling penting dari kredit mikro tersebut adalah memberikan kesempatan bagi pekerja informal untuk mengajukan kredit rumah, yang sebelumnya tidak ada fasilitas tersebut," ujar Menteri Basuki.

Menteri Basuki juga mengungkapkan rencananya yang akan meresmikan perumahan di tiga Transit Oriented Development (TOD)  yaitu di Pondok Cina, Tanjung Barat dan Palmerah. Menurutnya, perumahan di TOD tersebut akan terdiri dari apartemen kelas menengah ke bawah, MBR dan KPR Mikro, dengan total unit sekitar 10.000 unit. 

Sementara, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan, membutuhkan cara-cara kreatif untuk memenuhi kebutuhan perumahan, salah satunya dengan membangun hunian vertikal, karena semakin berkembangnya urbanisasi di daerah perkotaan dan terbatasnya lahan untuk membangun perumahan. 

"Dengan konsolidasi lahan dan dibangun secara insentif, mudah-mudahan, rumah ke atas bisa terwujud dan lebih sedikit tanah yang kita butuhkan," kata Menteri Sofyan.

Ia menyatakan akan mendukung penuh masalah penyediaan lahan untuk membangun perumahan, salah satunya terkait perizinan pengadaan dan sertifikasi lahan. 

"Setiap hambatan yang ada di lapangan silahkan sampaikan, akan saya perbaiki sehingga tidak jadi beban bapak ibu sekalian. Reformasi membuat perumahan untuk rakyat harus lebih mudah," tambah Menteri Sofyan.

Rekategorisasi MBR

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengungkapkan saat ini pemerintah berencana menyesuaikan definisi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR berdasarkan karakteristik tiap regional atau provinsi agar berbagai fasilitas subsidi perumahan dapat lebih tepat sasaran.

Diketahui, batasan penghasilan bagi MBR yang dapat mengajukan kredit perumahan rakyat (KPR) dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 20 Tahun 2014 tentang FLPP dalam rangka perolehan rumah melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah sejahtera bagi MBR. 

Dalam peraturan tersebut,  batas gaji pokok MBR bagi yang ingin mengajukan KPR FLPP untuk rumah tapak adalah sebesar Rp4 juta, sedangkan untuk rumah susun sebesar Rp7 juta. Nilai tersebut berlaku sama secara nasional.

"Jadi nanti MBR ada regionalisasinya, bukan lagi 4 juta merata untuk seluruh Indonesia. Jadi per region disesuaikan, karena harga rumah juga beda setiap wilayah," ujar Lana. 

Lana mengatakan, rencana penyesuaian batasan penghasilan MBR ini sudah mulai dibahas pemerintah. Sementara saat ini, menurut Lana pemerintah baru membagi kategori MBR tersebut ke dalam sembilan wilayah atau regional. 

"Masih dalam kajian untuk kita sesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi per wilayah. Di Papua misalnya, meskipun pendapatan disana cukup tinggi namun harga rumah juga cukup mahal," ujarnya.

Biro Komunikasi Publik
Kementerian PUPR