Kementerian ATR/BPN Siapkan Padang Pengembalaan Ternak di Indonesia Timur

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 30 Agustus 2016 | 16:33 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 414


Jakarta – Pemerintah menetapkan Indonesia mencapai swasembada daging nasional pada tahun 2026, untuk itu Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus menyiapkan lahan padang penggembalaan ternak khususnya di wilayah Indonesia Timur. Direktur Jenderal Tata Ruang Budi Situmorang menjelaskan Indonesia Timur memiliki potensi besar pengembangan ternak, hal ini dilihat dari kesiapan produksi peternakan, kondisi dan kesesuaian lahan, maupun kondisi sosial ekonomi dan kearifan lokal kawasan. “Kementerian ATR/BPN mendukung perwujudan pengembangan kawasan penggembalaan ternak terutama setelah ditetapkannya Nusa Tenggara sebagai lumbung ternak dan penyediaan lahan penggembalaan ternak,” ujarnya saat membuka acara Focus Group Discussion Pengembangan Kawasan Penggembalaan Ternak di Wilayah Timur Indonesia di Hotel Ambhara, Jakarta (26/08).

Diskusi turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kemenko Perekonomian, SKPD terkait sektor peternakan di Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur,  Kabupaten Enrekang, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumba Timur, serta akademisi dan praktisi yang terkait pengembangan sektor peternakan.

Budi melanjutkan, saat ini peningkatan kebutuhan daging masyarakat masih belum diimbangi dengan persediaan daging dari dalam negeri. Hal ini turut disebabkan oleh potensi peternakan nasional yang belum dikembangkan secara optimal.

Plt. Direktur Penataan Kawasan Doni Janarto Widiantono menambahkan terdapat 4 (empat) kerangka atau building blocks yang harus dibenahi dalam pengembangan padang penggembalaan ternak meliputi pertama, tinjauan tata ruang dan kewilayahan agar ruang yang akan dikembangkan sebagai kawasan penggembalaan ternak telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota; kedua, penyusunan masterplan penataan kawasan yang di dalamnya juga meliputi pengaturan zonasi yang harus diperhatikan dalam perwujudan kawasan; ketiga, aspek keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan, khususnya pengembangan ekonomi lokal untuk mengembangkan perekonomian masyarakat; dan keempat, kelembagaan dan tata kelola.

Keberhasilan pengembangan padang penggembalaan ternak juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan pemerintah daerah dalam memberikan kepastian status terhadap lahan tersebut. Doni mencontoh di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, lahan padang penggembalaan akan memanfaatkan lahan bekas Hak Guna Usaha PT Global Agro Sinergi seluas kurang lebih 174 hektar dan lahan penguasaan PTPN XIV seluas kurang lebih 5.230 hektar yang selanjutnya akan dilakukan pelepasan aset melalui kementerian BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan padang penggembalaan.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Panca Dewi menuturkan masih banyak kendala utama yang harus dihadapi antara lain rendahnya produktivitas dan mutu genetik ternak, keterbatasan konektivitas dan prasarana pendukung di dalam kawasan dan menuju pasar, serta belum didukung dengan manajemen penggembalaan yang baik. Meski demikian kepastian status lahan seringkali menjadi kendala utama dalam perwujudan kawasan penggembalaan ternak. “Karena itu dukungan dari sektor pertanahan menjadi sangat penting,” kata Panca.

Pakar Pertanahan Budi Mulyanto mengingatkan agar status tanah tidak fokus pada prosedur dan tata cara penyiapan status lahan, namun menyangkut aspek yang lebih luas termasuk identifikasi kemampuan tanah, ketersediaan sumber air, pemetaan terhadap P4T (penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah), serta penyusunan rencana pengembangannya yang melibatkan multisektor. Hal ini untuk memastikan lahan tersebut tepat guna dan bisa dimanfaatkan masyarakat. Budi menjelaskan terdapat beberapa standar dan kriteria yang harus diperhatikan dalam pengembangan kawasan penggembalaan ternak, diantaranya ketersediaan sumber air, kondisi iklim (agroklimat), jenis lahan (savana, bekas tambang, lahan hutan), kondisi lahan (subur, kering, top soil, residu), batas lahan (alam, buatan/pagar), serta kondisi sosial masyarakat.

Dalam road map swasembada daging nasional tahun 2026, pemerintah telah menetapkan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan; Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur sebagai kawasan penggembalaan peternakan dan salah satu lumbung sapi di Indonesia.