Kemnaker : PHK Harus Miliki Putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial

:


Oleh H. A. Azwar, Jumat, 26 Februari 2016 | 09:10 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 882


Jakarta, InfoPublik - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan bisa terjadi karena beberapa penyebab. Seperti adanya penyebab yang dikategorikan dalam PHK sukarela maupun PHK tidak sukarela. Namun, PHK seyogyanya jangan terjadi saat munculnya perselisihan hubungan industrial di perusahaan.

PHK harus menjadi opsi terakhir yang muncul ketika pengusaha dan pekerja gagal menemukan kata sepakat dalam melakukan perundingan, kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang, yang didampingi Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Ditjen PHI Jamsos Kemnaker Sahat Sinurat kepada wartawan saat menjadi pembicara dalam diskusi soal “Strategi dan Solusi Hadapi PHK” di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis (25/2).

Menurutnya, sebelum melakukan langkah yang mengarah pada PHK, pengusaha dan pekerja wajib melakukan upaya perundingan. Baik perundingan bipartit maupun tripartit.

“Esensinya adalah hindari PHK. Jangan sampai terjadi PHK,” ujarnya.

Haiyani menjelaskan bahwa PHK tidak bisa serta-merta dijatuhkan oleh pengusaha begitu saja kepada pekerja. Untuk terjadi suatu PHK, ada tahapan panjang yang harus ditempuh oleh pihak yang bersengketa. “Tidak serta merta pengusaha melakukan PHK. Ada prosedurnya,” jelas Haiyani.

Ia menambahkan, selama dalam proses panjang tersebut, PHK belum bisa dikatakan telah terjadi. PHK harus memiliki putusan dari pengadilan hubungan industrial. “Ada penetapan dulu dari pengadilan, baru bisa dikatakan ada PHK,” kata Haiyani.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada sebanyak 285 kasus PHK atau sejumlah 1.565 tenaga kerja yang diputus hubungan kerja selama periode Januari-Februari 2016. Pada bulan Januari terjadi 208 kasus PHK yang melibatkan 1414 pekerja sedangkan pada bulan Februari terjadi 77 kasus PHK terhadap 151 pekerja.

Untuk sektornya antara lain terdiri dari sektor perdagangan, jasa dan investasi, sektor keuangan, sektor pertambangan, sektor pertanian sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi serta aneka sektor industri dan industri dasar kimia.