Saatnya Mengevaluasi Mutu Pendidikan

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Sabtu, 4 April 2020 | 16:36 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 707


Jakarta, InfoPublik - Sudah hampir sebulan, sejak 16 Maret 2020, pemerintah menerapkan kebijakan belajar di rumah sebagai bagian dari pola pembatasan sosial (social distancing) dan menjaga jarak fisik (physical distancing) sebagai upaya menekan penyebaran virus corona di Tanah Air.

Penghentian kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah itu berlaku di semua jenjang dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi. Konsekuensi lainnya akibat pembatasan ini membuat jadwal Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2019/2020 tingkat SMP maupun SMA/SMK dibatalkan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) lantas membuat surat edaran kepada seluruh sekolah untuk menjalankan pola belajar dalam jaringan (daring) digital, sejumlah paket belajar secara interaktif digulirkan kepada siswa-siswa di rumah dari Senin-Jumat dengan jadwal sesuai kesepakatan guru dan murid-muridnya.

Pemerintah juga menggandeng sejumlah provider telekomunikasi dan penyedia platform belajar digital seperti Ruangguru, Zenius, Google Indonesia dan lainnya. Layanan daring belajar di rumah ini disediakan secara gratis dan konten mata pelajaran disajikan secara kreatif.

Dunia pendidikan nasional diuji di tengah pandemi global Covid-19. Penghentian proses belajar mengajar serta UN terjadi saat terjadi transformasi pendidikan yang digulirkan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Konsep "Merdeka Belajar" adalah visi yang diemban untuk meningkatkan dan memeratakan akses pendidikan nasional. Penjuru pendidikan ada pada kualitas serta kemerdekaan sekolah dan guru mengajar. Menggenjot nalar kritis, literasi dan penguatan karakter kebangsaan menjadi tujuan pendidikan ke depan.

Menyikapi hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan dengan adanya pembatalan ujian nasional tahun 2020 serta peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) bisa menjadi sebuah momentum untuk merumuskan ulang sistem evaluasi, standar dasar pendidikan dan menengah secara nasional. "Apakah dalam pengendalian mutu pendidikan secara nasional hanya menggunakan UN atau kita juga bisa menggunakan standar yang dipakai secara internasional seperti PISA?" ujar Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada Rapat Terbatas melalui konferensi Video dari Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Jumat (03/04/2020).

Indonesia, menurut Presiden Jokowi, telah ikut dalam survei PISA selama 7 putaran sejak tahun 2000 hingga 2018 dan survei PISA menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia telah berubah menjadi lebih inklusif, terbuka, dan meluas aksesnya selama 18 tahun terakhir.

Namun, demikian, dari laporan PISA tersebut, kemampuan siswa Indonesia menurun di tiga bidang kompetensi, membaca, matematika dan sains. Di samping itu, persentase siswa berprestasi rendah dan siswa mengulang kelas juga masih lebih tinggi dari rata-rata negara Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Oleh karena itu, Presiden meminta Kemendikbud melakukan langkah-langkah perbaikan yang menyeluruh baik aspek peraturan, regulasi, masalah anggaran, masalah infrastruktur, masalah manajemen sekolah, masalah kualitas guru, dan beban administratif guru. "Ini yang berkali-kali saya tekankan mengenai ini, beban administratif guru. Jadi guru tidak fokus kepada kegiatan belajar mengajar tetapi lebih banyak dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan administrasi," jelas Presiden menegaskan seraya meminta para menteri untuk digarisbawahi.

Pada kesempatan itu, Kepala Negara juga meminta perbaikan dalam proses belajar terutama dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, serta perbaikan lingkungan belajar siswa termasuk motivasi belajar, menekan tindakan perundungan (bullying) di sekolah.

Kebijakan Holistik

Merespons arahan Presiden Jokowi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyiapkan lima strategi untuk menjalankan pembelajaran holistik demi mengembangkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. Salah satu indikator yang digunakan adalah peningkatan nilai Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia. PISA sebagai metode penilaian internasional merupakan indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global.

"Sesuai arahan Presiden, pengembangan sumberdaya manusia Indonesia unggul harus bersifat holistik. Tidak hanya literasi dan numerasi, tetapi pendidikan karakter memiliki tingkat kepentingan yang sama," kata Mendikbud usai mengikuti Rapat Kabinet Terbatas melalui konferensi video di Jakarta, Jumat (03/04/2020).

Diakui Mendikbud, nilai PISA Indonesia juga cenderung stagnan dalam 10-15 tahun terakhir.

Mendikbud menjelaskan lima strategi untuk meningkatkan nilai PISA Indonesia. Pertama, transformasi kepemimpinan sekolah. Strategi ini dilakukan dengan memilih generasi baru kepala sekolah dari guru-guru terbaik. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mengembangkan marketplace bantuan operasional sekolah (BOS) online. "Marketplace BOS online bertujuan memberikan kepala sekolah fleksibilitas, transparansi, dan waktu meningkatkan kualitas pembelajaran," imbuh Mendikbud.

Kedua, transformasi pendidikan dan pelatihan guru. Nantinya, Kemendikbud akan melaksanakan transformasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk menghasilkan generasi guru baru. Kemendikbud juga akan mendorong munculnya kurang lebih 10.000 sekolah penggerak yang akan menjadi pusat pelatihan guru dan katalis bagi transformasi sekolah-sekolah lain.

Ketiga, mengajar sesuai tingkat kemampuan siswa. Strategi ini akan dilakukan dengan cara menyederhanakan kurikulum sehingga lebih fleksibel dan berorientasi pada kompetensi. Selain itu, akan dilakukan personalisasi dan segmentasi pembelajaran berdasarkan asesmen berkala.

Keempat, standar penilaian global. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) akan digunakan untuk mengukur kinerja sekolah berdasarkan literasi dan numerasi siswa, dua kompetensi inti yang menjadi fokus tes internasional seperti PISA, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). "Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar juga akan digunakan untuk mengukur aspek-aspek non-kognitif untuk mendapatkan gambaran mutu pendidikan secara holistik," ungkap Mendikbud.

Kelima, kemitraan daerah dan masyarakat sipil. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah dilakukan melalui indikator kinerja untuk Dinas Pendidikan. Kemendikbud juga akan mendorong ratusan Organisasi Penggerak untuk mendampingi guru-guru di Sekolah Penggerak, penggunaan platform teknologi pendidikan berbasis mobile dan bermitra dengan perusahaan teknologi pendidikan (education technology) kelas dunia, serta menggerakan puluhan ribu mahasiswa dari kampus-kampus terbaik untuk mengajar anak-anak di seluruh Indonesia sebagai bagian dari kebijakan Kampus Merdeka.

Beberapa sekolah di daerah sudah menerapkan standar penilaian siswa sebagai pengganti UN. Seperti di Pekanbaru, Riau, selain peniadaan UN, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Pekanbaru, Abdul Jamal mengatakan ujian akhir sekolah (UAS) dan ujian kenaikan kelas juga ditiadakan tahun ini.

Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru sedang menyiapkan sistem ujian daring sebagai pengganti UAS dan ujian kenaikan kelas bagi siswa SMP, SMA maupun SMK.

Abdul Jamal menambahkan, pengganti nilai UAS dapat diambil dari semester awal hingga akhir, sementara untuk penilaian ujian kenaikan kelas dapat diambil dari nilai satu semester sebelumnya.

Adapun, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan menerapkan Esensi Kompetensi Minimum (EKM) sebagai pengganti nilai akhir sekolah siswa SMA dan SMK.

"Untuk EKM ini sistemnya lebih diserahkan kepada masing-masing sekolah. Untuk nilai plusnya apabila yang berprestasi ekstra kurikuler maka untuk mengejar kemampuan secara intelektual akan lebih mudah. Proses ini lebih pas dijalankan di tahun 2021 mendatang," ujar Kepala Disbud Pemprov Kalsel, M Yusuf Effendi.

Sebelum merebaknya pagebluk corona di Tanah Air, Kemendikbud memang sudah merancang asesmen kompetensi siswa sebagai pengganti UN mulai tahun 2021. Artinya model UN SMA dan SMK yang rencananya dilakukan serentak pada April 2020 adalah yang terakhir.

Mendikbud Nadiem Makarim menerangkan, ada beberapa perbedaan dari model asesmen ini. Pelaksanaan asesmen kompetensi itu tesnya dilakukan di setiap sekolah di masing-masing jenjang tapi tidak harus seluruh angkatan siswanya mengambil.

Kemendikbud akan mengambil secara acak dari tes setiap angkatan, dari setiap jenjang SD, SMP, sampai SMA. Standarnya soalnya sama seperti laiknya UN.

Sisi perbedaannya adalah apa yang terjadi setelah sekolah selesai melakukan asesmen kompetensi tersebut. "Penanganan masing-masing daerah tergantung di level mana siswa mendapatkan hasil asesmen kompetensi tersebut di situlah akan ada segmentasi dari berbagai macam daerah. Misalnya, daerah mana yang butuh lebih banyak bantuan, daerah mana yang butuh pendekatan yang berbeda," ulas Mendikbud yang akrab disapa Mas Menteri ini. (setkab/dik/MC Pekanbaru/MC Kalsel/Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)