Mencegah Imbas Covid-19 Lewat BLT

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Minggu, 29 Maret 2020 | 20:36 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 473


Jakarta, InfoPublik - Pandemi Covid-19 bukan sekadar masalah kesehatan namun juga berimbas pada perekonomian suatu negara. Karena itu pemerintah menyiapkan skenario penanganan secara beriringan antara aspek kesehatan dan aspek sosial ekonomi.

Untuk itu, pemerintah sejak Februari 2020 telah menggulirkan Stimulus Ekonomi I, II, dan lanjutan guna mendukung upaya percepatan penanganan Covid-19, baik untuk dunia usaha maupun para pekerja.

"Stimulus ekonomi ini juga untuk membangun kepercayaan diri dan optimisme kita bersama di tengah kondisi sulit ini. Pemerintah akan terus mendampingi," ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono ketika memaparkan kebijakan pemerintah untuk dunia usaha dan pekerja informal terkait Covid-19 di Jakarta, Kamis (26/03/2020).

Stimulus Ekonomi I diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2020. Ada delapan kebijakan yang disasar yaitu kartu prakerja, kartu sembako, stimulus perumahan, insentif untuk wisatawasan mancanegara, insentif untuk wisatawan domestik, implementasi harga avtur pesawat, hibah daerah untuk dukungan wisata, dan tarif pajak hotel-restoran. Dana yang dialokasikan pemerintah dalam Stimulus Ekonomi I ini adalah sebesar Rp10,3 triliun.

Seiring dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia, Pemerintah terus mengkaji stimulus ekonomi yang bisa diberikan ke pelaku usaha dan pasar. Karena itu, pada tanggal 13 Maret 2020 lalu, Stimulus Ekonomi II diluncurkan.

"Ada delapan kebijakan dalam stimulus ekonomi kedua ini, empat kebijakan terkait sektor fiskal perpajakan, empat lainnya terkait non fiskal mengenai percepatan lalu lintas barang, ekspor impor, dan logistik barang-barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 ini," papar Sesmenko Perekonomian.

Delapan kebijakan yang disasar tersebut antara lain Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Relaksasi PPh Pasal 22 Impor, Relaksasi Pengurangan PPh Ps 25, Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dipercepat, Penyederhanaan/Pengurangan Lartas Ekspor, Penyederhanaan/Pengurangan Lartas Impor, Percepatan Proses Ekspor-Impor untuk Reputable Trader, dan Percepatan Proses Ekspor-Impor melalui National Logistics Ecosystem (NLE). Selain fiskal dan non fiskal, ada pula stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19.

Total dana yang sudah dialokasikan pemerintah sampai dengan stimulus kedua, sebesar Rp158,2 triliun. Rinciannya adalah Stimulus Ekonomi I sebesar Rp10,3 triliun, Stimulus Ekonomi II sebesar Rp22,9 triliun, dan pelebaran defisit anggaran kita sebesar 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp125 triliun.

Memonitor pekembangan perekonomian, baik di tingkat global maupun nasional terkait dampak Covid-19 ini, Pemerintah akhirnya kembali menggulirkan Stimulus Ekonomi Lanjutan.

Tujuan dari stimulus lanjutan ini untuk menjaga dua hal. Pertama, daya beli masyarakat dan sektor korporasi. Kedua, kelangsungan usaha dan pengurangan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Untuk meningkatkan daya beli, yang pertama disasar adalah masyarakat rumah tangga termiskin. Pemerintah akan mengalokasikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 40% dari masyarakat rumah tangga termiskin yaitu sekitar 29,3 juta orang.

"Dari 29,3 juta orang tadi, yang sudah valid datanya di Kemensos itu ada 15,2 juta orang penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang kita kenal dengan Program Sembako. Nah, untuk 14,1 juta orang sisanya, kita sedang hitung kembali sambil kita gulirkan yang untuk 15,2 juta orang itu," imbuh Susiwijono.

Selanjutnya BLT untuk kelompok komunitas terdampak. Sasaran pertama adalah para pekerja sektor infomal seperti warung, toko-toko kecil, pedagang pasar, dan sebagainya. Sasaran kedua adalah para pelaku usaha transportasi online seperti pengemudi Gojek dan Grab. Serta yang tidak kalah penting adalah pekerja informal lainnya, termasuk pekerja harian di mall, pusat perbelanjaan, dan lain-lain.

"Untuk datanya, kami koordinasikan dengan Pemerintah Daerah terutama Pemprov DKI Jakarta, Gojek, Grab, dan beberapa asosiasi seperti salah satunya Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI)," tutur Susiwijono.

Pola BLT dengan memberikan transfer tunai kepada kelompok tak mampu atau miskin pernah dilakukan di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun 2005, sebagai dampak dari penaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tahun 2009 sebagai bantalan krisis finansial 2008 dan imbas harga BBM serta di tahun 2013.

Menyangkut kelangsungan usaha dan ancaman PHK, ada beberapa kebijakan yang disiapkan pemerintah.

Pertama, pemerintah tengah menjajaki penerbitan recovery bond. Ini adalah surat utang pemerintah dalam rupiah yang nanti akan dibeli oleh Bank Indonesia maupun swasta yang mampu. Dana dari penjualan surat utang tersebut akan dipegang pemerintah untuk kemudian disalurkan kepada seluruh dunia usaha melalui kredit khusus.

"Kredit khusus ini akan kita rancang seringan mungkin sehingga pengusaha bisa mudah mendapatkan. Syaratnya, perusahaan tidak boleh melakukan PHK atau kalaupun harus PHK, 90% karyawannya diberi gaji yang tidak boleh berkurang dari sebelumnya," ungkap Susiwijono.

Kemudian dari sisi karyawan/pekerja, pemerintah membagi menjadi dua kelompok. Untuk pekerja di sektor formal akan menggunakan skema Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).

"Jadi kita perbesar dana operasional BP Jamsostek untuk memberikan bantuan sosial. Masing-masing pekerja formal kita berikan Rp1 juta plus insentif Rp1 juta per bulan selama 4 bulan sehingga totalnya lebih kurang Rp5 juta," papar Sesmenko Perekonomian.

Untuk pekerja infomal dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemerintah membuka ruang bantuan sosial melalui program Kartu Prakerja. Setiap orang pekerja di sektor informal dan UMKM bisa mendapatkan biaya pelatihan Rp1 juta dan insentif Rp1 juta per bulan selama empat bulan sehingga totalnya lebih kurang juga Rp5 juta.

Kemenko Perekonomian juga terus memantau dan menjamin ketersediaan 11 komoditas utama bahan pangan pokok. Memastikan kebutuhan masyarakat sampai Hari Raya Idul Fitri dan akhir tahun. Melibatkan pemerintah daerah, asosiasi pedagang, produsen, dan pengusaha ritel untuk pemerataan distribusi bahan pangan. (ekon/bnpb/Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)