Peran Kejaksaan Agung Pulihkan Aset Negara

:


Oleh Jhon Rico, Selasa, 15 Oktober 2019 | 19:37 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik- Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Jan S Maringka mengatakan bahwa Kejaksaan Agung berperan dalam memulihkan aset negara.

Menurut dia, untuk lebih mendukung kinerja kejaksaan dalam upaya pemulihan aset hasil kejahatan, Kejaksaan telah membentuk Pusat Pemulihan Aset (PPA) berdasarkan peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor: PER-006/A/JA/3/2014.

"Keberadaan PPA diharapkan dapat menambah efektifitas kegiatan pemulihan aset, serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam konteks penelusuran aset hasil kejahatan," kata dia dalam acara Seminar Nasional bertema 'Peran Kejaksaan dalam penyelamatan aset negara sebagai pilar pembangunan nasional' di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Seiring dengan hal tersebut, jelas dia, pada tanggal 1 Oktober 2014 telah ditandatangani Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-027/A/JA/10/2014 tantang Pedoman Pemulihan Aset yang merupakan acuan bagi tata laksana pelacakan, penelusuran, pengamanan dan pemulihan asset hasil tindak pidana secara terintegrasi melibatkan bidang Intelijen, bidang teknis (Pidana Umum dan Pidana Khusus) serta Pusat Pemulihan Aset.

Menurut dia, langkah tersebut menunjukkan sikap Kejaksaan yang terus berbenah diri untuk dapat tampil sebagai penegak hukum yang modern. Tidak hanya memiliki kemampuan dalam mengejar dan menindak para pelaku kejahatan, namun dapat pula tampil di garis depan dalam upaya menarik kembali hasil korupsi sehingga dapat digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa bidang Intelijen Kejaksaan memiliki tugas melakukan supporting terhadap kegiatan penyelamatan dan/atau pemulihan asset yang dilakukan oleh bidang tindak pidana umum, tindak pidana khusus maupun bidang Perdata dan TUN, yaitu dalam bentuk Penelusuran Aset.

"Penelusuran Aset merupakan serangkaian tindakan mencari, meminta, memperolah dan menganalisa informasi untuk mengetahui atau mengungkap asal, usul, keberadaan dan kepemilikan asset, baik yang diduga terkait dengan tindak pidana yang terkait dengan keuangan negara," ujar dia.

Ia menyebut bahwa kegiatan penelusuran aset yang dapat dilakukan oleh bidang Intelijen Kejaksaan memiliki ruang lingkup yang luas.

Hal ini tidak hanya terbatas pada aset yang merupakan hasil dari tindak pidana. Dapat juga dilakukan terhadap harta kekayaan terdakwa yang diproyeksikan dapat digunakan sebagai pemenuhan kewajibannya untuk membayar denda maupun uang pengganti, serta terhadap aset negara/pemerintah yang terindikasi dikuasi oleh pihak lain secara tidak berhak.

Upaya penelusuran asset yang dilakukan oleh bidang Intelijen Kejaksaan menjadi penting dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan penyelamatan/ pemulihan aset mengingat dalam prakteknya tidak seluruh asset hasil tindak pidana dapat diidentifikasi dengan mudah oleh aparat penegak hukum.

Hal ini mengingat terdapat kemungkinan bahwa asset hasil tindak pidana telah disamarkan atau dialihkan menjadi bentuk lain misalkan saja property, surat berharga maupun rekening atas nama keluarga maupun pihak terafiliasi lainnya sehingga penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan pelacakan terhadap asal usul harta dimaksud.

"Bahkan terdapat kemungkinan asset disimpan di negara lain yang untuk proses pelacakan dan penelusurannya membutuhkan kerja sama internasional yang tunduk pada perjanjian maupun batasan yurisdiksi antar negara," jelas dia.

Untuk itulah, tegas dia, maka kecepatan dan jaringan informasi pendukung terkait keberadaan dan asal usul aset sangat dibutuhkan dalam mendukung keberhasil penelusuran aset hasil tindak pidana.

Informasi tersebut antara lain dapat diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri untuk dapat kependudukan, Badan Pertanahan Nasional untuk data tanah dan bangunan, Direktorat Jenderal Pajak untuk Data Perpajakan, Kepolisian untuk Data Kepemilikan Kendaraan Bermotor, Pemerintah Daerah untuk Informasi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan, SPPT dan NJOP, Kelurahan/Desa untuk tanah/bangunan yang belum bersertifikat serta Kementerian/Lembaga lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa Penegakan Hukum tidak dapat berjalan sendiri apalagi sendiri-sendiri. "Untuk itu maka persamaan persepsi dan koordinasi Kelembagaan mutlak dibutuhkan dalam rangka mendukung keberhasilan upaya penyelamatan dan pemulihan aset negara," kata dia.