Kurangi Covid-19, Kemlu Bisa Tempuh Kebijakan Non-Diplomatik

:


Oleh Eko Budiono, Sabtu, 21 Maret 2020 | 20:23 WIB - Redaktur: Untung S - 492


Jakarta, InfoPublik-Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI perlu mengambil langkah atau kebijakan  yang bersifat non-diplomatik, dalam mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) di dalam negeri.

Pengamat Politik Hubungan Internasional yang juga Direktur Eksekutif The Indonesian Demkcrasy Initiative (TIDI), Arya Sandhiyudha, mengungkapkan bahwa kebijakan Kemlu, terkait penangguhan atau pemberhentian sementara bebas visa bagi Warga Negara Asing(WNA) memang sudah tepat. 

Akan tetapi,  Menlu Retno Marsudi, akan lebih baik lagi jika membuat langkah-langkah lain atau yang sifatnya non-diplomatik, terkait penanganan corona yang sudah terlanjur mewabah di dalam negeri.

"Harus ada peran lain selain langkah langsung kebijakan" kata Arya dalam keterangan tertulisnya,  Sabtu (21/03/2020).

Arya menuturkan, Kemlu melalui perwakilannya di negara-negara lain harus mempelajari bagaimana negara itu membuat kebijakan menangani corona. Terutama di negara-negara yang dianggap paling parah, misalnya Cina dan Italia.

Arya menilai, informasi yang disuplai oleh Kemlu tersebut sangat penting bagi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dipelajari.

"Kemlu punya banyak perwakilan di luar negeri yang masing-masing juga ada di negara yang menghadapi masalah yang sama, ini bagaimana suplai informasi kepada pemerintah di kementerian dan sektor lain itu penting juga pemerintah daerah sehingga memberikan pelajaran," urainya.

Arya menyatakan di media memang telah diinformasikan bagaimana negara terjangkit corona,  menghadapi pandemic global tersebut. Namun, informasi kebijakan yang langsung dipelajari oleh perwakilan Kemlu akan lebih dalam dan detail.

"Salah satu kontribusi Kemlu yang penting adalah memberikan informasi  melalui perwakilandi luar negeri. Itu lengkap, maksudnya bisa memberikan fakta-fakta kenapa Iran korban terus meningkat permasalahannya sangat meledak, apa hal-hal yang harus kita hindari. Di Italia juga seperti itu, faktor cultural apa yang bisa jadi pelajaran. Terus kenapa kemudian negara-negara tertentu dia bisa menangani permasalahan ini, kebijakan sosial ekonomi dan komunitas seperti apa yang bisa diterapkan," paparnya.

Dia menambahkan Kemlu merupakan kementerian yang paling responsif saat corona itu mulai muncul. Hanya saja, Kementerian/Lembaga lain tidak terlalu merespons dengan baik.

"Kementerian yang lain itu perlu informasi tentang the best practices, praktik terbaik dan the best approaches, pendekatan terbaik dari negara-negara lain," pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, menegaskan Pemerintah RI memutuskan bahwa kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arrival), dan Bebas Visa Diplomatik/Dinas ditangguhkan selama satu bulan.

"Oleh karena itu, setiap orang asing yang akan berkunjung ke Indonesia diharuskan memiliki Visa dari Perwakilan RI sesuai dengan maksud dan tujuan kunjungan," ujarnya.

Pada saat pengajuan visa harus melampirkan surat keterangan sehat/health certificate yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan yang berwenang di masing-masing negara.
 
Menyoal kebijakan mengenai negara lain, Retno menyebutkan standar-standar larangan yang diberlakukan ke beberapa negara. Pertama, kebijakan terhadap Cina yang masih berlaku sesuai dengan pernyataan Menlu pada 2 Februari dan Permenkumham nomor 7 tahun 2020.
 
Kedua, kebijakan terhadap Korea Selatan (Korsel) untuk Kota Daegu dan Propinsi Gyeongsangbuk-do masih sesuai dengan pernyataan Menlu  pada 5 Maret 2020.

Ketiga, pendatang/travelers yang dalam waktu 14 hari terakhir berkunjung ke negara-negara delapan negara tidak diizinkan masuk/transit ke Indonesia.
"Negara-negara tersebut meliputi Iran, Italia, Vatikan, Spanyol, Prancis, Jerman, Swiss, dan Inggris," tuturnya.

Retno menambahkan, seluruh pendatang/travelers wajib mengisi dan menyerahkan kartu Health Alert Card (Kartu Kewaspadaan Kesehatan) kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan sebelum ketibaan di pintu masuk Bandara Internasional Indonesia.

Jika dari riwayat perjalanan menunjukkan bahwa dalam 14 hari terakhir yang bersangkutan pernah berkunjung ke negara-negara tersebut,  maka yang bersangkutan dapat ditolak masuk ke Indonesia. ( Foto : Kemlu)