Kemenkes Percepat Eliminasi Kanker Rahim

: Ketua tim kerja penyakit kanker dan kelainan darah Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes Sandra menjelaskan WHO meluncurkan Strategi Global untuk Eliminasi Kanker Serviks yang menargetkan eliminasi kanker pada 2030/Foto: Tangkapan Layar Youtube Kemenkes


Oleh Putri, Jumat, 23 Februari 2024 | 08:38 WIB - Redaktur: Untung S - 85


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendukung akselerasi eliminasi kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan nama kanker serviks melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) yang diluncurkan tahun lalu.

Ketua tim kerja penyakit kanker dan kelainan darah Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes Sandra menjelaskan WHO meluncurkan Strategi Global untuk Eliminasi Kanker Serviks yang menargetkan eliminasi kanker pada 2030.

Sandra saat konferensi pers Kamis (22/2/2024) mengatakan strategi global memuat target 90-70-90, yakni 90 persen anak perempuan dibawah usia 15 tahun harus menerima vaksinasi Human Papiloma Virus (HPV) untuk mencegah terjadinya infeksi.

Kemudian 70 persen perempuan berusia 35 tahun, dan 45 tahun harus diskrining menggunakan tes performa tinggi, dan 90 persen perempuan dengan lesi pra-kanker mendapatkan tata laksana sesuai standar.

"Kita membuat rencana aksi nasional untuk eliminasi kanker leher rahim yang lebih advance lagi dari yang WHO minta,” kata Sandra.

Penyakit kanker telah menjadi penyebab kematian tertinggi baik secara nasional maupun global. WHO Regional Asia Tenggara menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi di kawasan untuk incidence rate atau angka kasus baru dan peringkat keempat untuk mortality rate.

The International Agency for Research on Cancer (IARC) mengestimasikan terdapat 408.661 kasus baru dan sebanyak 242.988 kematian di Indonesia pada 2022. Selain itu, IARC memprediksikan terjadi peningkatan 77 persen kasus kanker pada 2050.

Kanker leher rahim atau yang lebih dikenal dengan kanker serviks merupakan kondisi ketika pertumbuhan sel-sel ganas pada leher rahim/serviks yang tidak terkendali. Kanker serviks disebabkan oleh infeksi persisten Human Papiloma Virus (HPV) onkogenik.

Berdasarkan kaitannya dengan kanker leher rahim dan lesi pra-kanker, HPV dikelompokkan menjadi tipe risiko tinggi atau high-risk and risiko rendah atau low-risk. Lebih dari 75 persen kasus kanker leher rahim disebabkan oleh HPV risiko tinggi tipe 16 dan 18.

RAN ini terdiri atas empat pilar. Pilar 1 pemberian layanan berisi kegiatan vaksinasi, skrining dan tata laksana. Pilar 2 edukasi, pelatihan, dan penyuluhan berisi kegiatan penguatan tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat.

Pilar 3 pendorong kemajuan berisi kegiatan monitoring, evaluasi, penelitian dan pendukung digital (digital enablers). Pilar 4 pengelolaan dan pengorganisasian berisi kegiatan tata kelola dan kebijakan, pembiayaan untuk eliminasi, kolaborasi dan kemitraan antar-sektor.

Untuk pilar 1, RAN sudah memuat target vaksinasi, skrining, dan tata laksana. Kemenkes akan melakukan vaksinasi, skrining, dan tata laksana pada dua fase, yakni fase 1 pada 2023-2027 dan fase 2 pada 2028-2030.

Pada vaksinasi fase 1, Kemenkes menargetkan 90 persen anak perempuan usia 11 dan 12 tahun kelas 5 dan 6 atau setara, termasuk yang tidak bersekolah, menerima vaksin lengkap. Pada fase ini, Kemenkes juga menargetkan anak perempuan usia 15 tahun yang belum menerima vaksinasi harus menerima vaksinasi lanjutan.

Pada fase 2, 90 persen anak perempuan dan laki-laki usia 11 dan 12 tahun harus menerima vaksinasi lengkap. Selain itu, Kemenkes juga akan melakukan vaksinasi lanjutan untuk usia 15 tahun dan semua perempuan dewasa yang berusia di atas 21-26 tahun sesuai permintaan dan kebutuhan.

“Untuk usia 21 hingga 26 tahun ini, kami akan minta untuk mandiri, jadi dia tidak masuk pada program nasional tetapi program mandiri. Mereka yang ingin dan membutuhkan akan kita dorong untuk mendapatkan vaksinasi,” kata Sandra.

Untuk skrining fase pertama, Kemenkes menargetkan 70 persen perempuan berusia 30 hingga 69 tahun diskrining menggunakan tes DNA HPV. Sedangkan fase kedua, Kemenkes menargetkan 75 persen perempuan berusia antara 30 hingga 69 tahun melakukan skrining setiap 10 tahun sekali.

Sandra mengatakan metode utama skrining pada dua fase ini akan menggunakan tes DNA HPV dan kotesting dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).

"Pemeriksaan HPV itu menggunakan (alat) inspekulo sehingga sekaligus kita lihat, kita kerjakan IVA juga, kita juga dapatkan lesi prakanker karena lesi prakanker itu juga bagian untuk mendapatkan deteksi dini,” kata Sandra.

Dalam skrining, dilakukan juga kotesting, yakni dua jenis tes secara bersamaan. Selain tes DNA HPV, Kemenkes akan melakukan pemeriksaan IVA untuk membantu mengidentifikasi perubahan sel pada leher rahim.

Kotesting ini dimungkinkan karena skrining HPV dilakukan menggunakan alat yang disebut inspekulo agar dokter dapat mengambil sampel jaringan untuk tes HPV.

Melalui proses ini, kata Sandra dokter tidak hanya dapat mengambil sampel, tetapi juga mengamati langsung untuk menggunakan IVA untuk mencari tanda atau lesi pra-kanker pada leher rahim.

Skrining ini memenuhi tujuan deteksi dini infeksi HPV dan lesi pra-kanker. Deteksi dini ini agar dapat dilakukan dan tata laksana yang tepat waktu yang meningkatkan peluang sembuh.

"Untuk tata laksana, Kemenkes menyediakan jalur pengobatan tepat waktu dan komprehensif bagi perempuan dengan lesi prakanker atau perempuan yang terdiagnosis kanker leher rahim agar memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan yang berkualitas," kata Sandra.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Putri
  • Sabtu, 1 Juni 2024 | 17:30 WIB
Indonesia Dorong Kesetaraan Akses Melalui Pandemic Treaty
  • Oleh Putri
  • Sabtu, 1 Juni 2024 | 17:05 WIB
Jemaah Haji DIimbau Jangan Tunda Makan
  • Oleh Putri
  • Sabtu, 1 Juni 2024 | 17:00 WIB
Kandungan ASI Penting untuk Tumbuh Kembang Bayi
  • Oleh Putri
  • Sabtu, 1 Juni 2024 | 16:35 WIB
Poli Risti Dekatkan Layanan KKHI ke Jemaah
  • Oleh Putri
  • Sabtu, 1 Juni 2024 | 16:25 WIB
Peran Generasi Muda Penting Wujudkan Indonesia Emas 2045