Hakim Harus Percaya hanya Tuhan yang Bisa Mengintervensi Putusannya

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 8 Juni 2023 | 12:37 WIB - Redaktur: Untung S - 208


Jakarta, InfoPublik - Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) menggelar kuliah umum yang bertema "Peran Komisi Yudisial dalam Menjaga Kredibilitas Peradilan dan Etika Hakim di Indonesia" di Auditorium Prof Abdulkadir, Unila. Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata hadir sebagai pembicara.

Mukti Fajar Nur Dewata memaparkan tugas dan kewenangan KY dalam menjaga kredibilitas dan etika hakim. Selain mempunyai fungsi pengawasan terhadap perilaku hakim, KY juga mempunyai fungsi advokasi kepada hakim. Wujud pelaksanaan fungsi tersebut yaitu KY dapat mengambil langkah hukum ataupun langkah lain bila ada pihak yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat seorang hakim.

"KY melakukan advokasi preventif melalui pembelajaran hukum seperti focus group discussion (FGD) dan klinik etik. Lalu advokasi represif, melalui langkah hukum atau laporan kepada penegak hukum dan langkah lainnya berupa koordinasi, mediasi, ataupun somasi," jelas Mukti, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu (7/6/2023).

Lanjut Mukti, dunia peradilan di Indonesia saat ini sedang dilanda musibah dengan adanya beberapa hakim agung yang tertangkap karena kasus suap. Rendahnya integritas yang dimiliki membuat putusan tersebut bisa diintervensi. Padahal dalam setiap ira-irah putusan hakim,ada dua frasa yaitu demi keadilan dan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa. Maka Ketikahakim membaca putusannya harus percaya bahwa hanya kuasa Tuhan yang bisa mengintervensi dirinya.

"Jika ia memiliki kepercayaan itu, maka hakim tersebut sudah bisa dikatakan bermartabat dan berintegritas,” ucap Mukti.

Mukti juga menegaskan, KY ingin mengembalikan kewenangannya seperti ketika lembaga ini dibentuk dimana pengawasan ‘hakim’ menjadi fungsi utama KY. “Yang namanya lembaga pengawas itu selalu ada upaya pelemahan. KY mengupayakan ini untuk menjaga marwah dan martabat hakim,” tegas Mukti.

Foto: Dok Komisi Yudisial