Penguasaan Barang Milik Daerah Salah Satu Persoalan di Sorong Selatan

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Senin, 22 Mei 2023 | 21:14 WIB - Redaktur: Untung S - 540


Jakarta, InfoPublik – Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria, mengungkapkan persoalan buruknya tata kelola pemerintahan Sorong Selatan (Sorsel), disebabkan lemahnya manajemen ASN di Kabupaten itu.

Ditambah hasil penilaian publik yang menunjukkan rentannya praktik Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam layanan publik dan pemerintahan.

“Untuk itu perlu adanya Pendampingan oleh KPK dalam penertiban penguasaan Barang Milik daerah (BMD) menguak adanya sejumlah persoalan. Pejabat atau ASN setempat yang sudah dimutasi masih ada yang menguasai BMD tersebut,” papar Dian, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Senin (22/5/2023).

Sambung Dian, dari data yang dimiliki KPK, setidaknya 19 kendaraan dinas yang dikuasai oleh pihak yang tidak semestinya. Nilai kendaraan tersebut ditaksir mencapai lebih dari Rp4 miliar.

“Pemda Sorsel sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengembalikan kendaraan dinas dari para mantan pejabat, ASN, dan keluarganya. Pemda sudah menyurati secara resmi kepada pihak tersebut dan sudah meminta dilakukan pengembalian secara sukarela, namun belum juga dikembalikan. Demikian juga aset tidak bergerak berupa rumah dinas yang masih dikuasai pensiunan,” ujarnya.

Dian juga menyampaikan bahwa jika aset tidak segera dikembalikan, maka pemda harus melaporkan kepada APH terkait perihal penggelapan aset. Sementara untuk ASN yang akan mutasi, termasuk ke Provinsi Papua Barat Daya agar tidak diberikan rekomendasi/persetujuan mutasi oleh Pemda Sorsel.

"Kami sudah berkoordinasi dengan Pemprov Papua Barat Daya (PBD) agar tidak menerima ASN yang belum mengembalikan BMD. Dan hal ini disepakati oleh Pj Gubernur PBD, pengembalian BMD menjadi bagian dari pakta integritas yang akan diteken oleh para calon pejabat di PBD,” jelas Dian.

Dari sisi kepatuhan pelaporan Harta Kekayaan Pejabat, berdasarkan data KPK hanya 30 persen eksekutif yang telah melaporkan LHKPN-nya dan hanya 1 dari 20 wajib lapor legislatif Sorsel yang sudah melapor. Dalam pertemuan tersebut pun, Wakil Bupati Alfons Sesa berjanji akan memastikan semua wajib lapor menyampaikan LHKPN paling lambat akhir Mei 2023.

Bagi KPK, penyampaian LHKPN merupakan komitmen dari pejabat untuk bersikap transparan dan antikorupsi. LHKPN merupakan bentuk niat baik dari pejabat untuk menegakkan integritas.

"Saat ini KPK mengembangkan instrumen deteksi korupsi dari LHKPN. Jangan sampai harta yang dilaporkan tidak benar. Gaya hidup tidak mencerminkan harta yang dilaporkan," pesan Dian.

Lanjut Dian, dengan adanya harta yang tidak dilaporkan, semakin menunjukkan adanya indikasi untuk menyembunyikan kekayaan yang dimiliki. Jika demikian, maka besar kemungkinan ada kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara-cara wajar atau bahkan ada indikasi pencucian uang. Hal ini bisa menjadi pintu masuk dilakukannya penelusuran TPK dan TPPU.

Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK bersama-sama dengan Inspektorat Khusus Kementerian Dalam Negeri melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Sorong Selatan. Monitoring itu dilakukan secara khusus karena dari hasil pemantauan KPK, Sorsel memiliki tata kelola pemerintahan yang buruk karena menempati peringkat kedua terbawah dari seluruh Pemda se-Indonesia (peringkat 541 dari 542 Pemda di 2022) dengan nilai 10 dari skala 100.

Foto: Dok KPK