Korban Pelanggaran HAM Terasing bukan Pengkhianat Negara

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 3 Mei 2023 | 06:09 WIB - Redaktur: Untung S - 380


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah akan menyatakan 39 korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terasing atau eksil dan masih berada di luar negeri sejak situasi politik 1965, bukan merupakan pengkhianat negara.

Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (2/5/2023).

Mahfud mengatakan, Presiden Joko Widodo akan mengumumkan hal itu saat peluncuran Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non-Yudisial pada Juni 2023.

"Nanti akan kami cek satu per satu, meskipun mereka memang tidak mau pulang. Tidak mau pulang, tetapi mereka ini akan kami nyatakan sebagai warga negara yang tidak pernah mengkhianati negara," kata Mahfud.

Mahfud menuturkan, 19 pejabat setingkat menteri dan kepala lembaga pemerintah non-kementerian akan melakukan berbagai langkah percepatan terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial, termasuk pernyataan bahwa para korban pelanggaran HAM berat yang eksil itu bukan pengkhianat negara.

Menurut Mahfud, para korban pelanggaran HAM, yang tidak terlibat Gerakan 30 September atau G30S pada 1965, berada di luar negeri hingga kini karena tidak boleh pulang ke Tanah Air.

Dahulu, mereka sebagian merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang dikirim Presiden Soekarno ke berbagai negara di Eropa hingga China untuk melanjutkan pendidikan. Saat peristiwa G30S terjadi, mereka tidak diizinkan untuk kembali ke Indonesia usai mengenyam pendidikan.

"Mereka itu masih ada beberapa di luar negeri, nanti akan kami undang. Mereka itu bukan anggota PKI. Mereka ini korban karena disekolahkan lalu tidak boleh pulang," kata Mahfud.

Mahfud menyebutkan, Presiden ke-3 RI B.J. Habibie juga merupakan salah satu korban pengasingan peristiwa G30S.

Mahfud mengatakan, Habibie mendapatkan gelar magister pada 1963 dan gelar doktor pada akhir 1965.

Habibie pun termasuk WNI yang tidak dibolehkan kembali ke Indonesia saat itu. Namun, 1974, Habibie bertemu Presiden Soeharto di Jerman.

"Oleh Pak Harto, (Habibie) diajak pulang dan jadilah dia orang besar yang kemudian jadi presiden. Korban yang seperti itu, orang yang sekolah, bukan terlibat Gerakan 30 September. Hanya disekolahkan saja, sekarang masih ada di luar negeri," katanya.

Mahfud menegaskan, pengkhianatan terhadap negara akibat peristiwa G30S sudah selesai di pengadilan dan era reformasi.

"Sudah selesai di era reformasi di mana screening dan sebagainya dihapus dan kemudian semua warga negara diberi hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan," ujar Mahfud.

Keterangan Foto: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Foto: polkam.go.id