Tersangka BK Diduga Terima Suap dan Gratifikasi Senilai Rp56 Miliar

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Selasa, 3 Januari 2023 | 21:32 WIB - Redaktur: Untung S - 374


Jakarta, InfoPublik – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan tersangka Bambang Kayun (BK) Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri, diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp56 miliar dan satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri.

“Pada hari ini BK kita lakukan penahanan dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat perkara perebutan hak ahli waris PT ACM,” ujar Firli, dalam kanal youtube KPK, Selasa (3/1/2023).

Firli mengungkapkan, kasus itu bermula dari adanya pelaporan ke Bareksrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor ES dan HW.

Atas pelaporan tersebut, ES dan HW melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan Tersangka BK yang saat itu di mutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.

“Sebagai tindak lanjutnya, sekitar Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES dan HW dengan Tersangka BK,” katanya.

Lanjutnya, dari kasus yang disampaikan ES dan HW itu, tersangka BK kemudian diduga menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang. Tersangka BK lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

“Menindaklanjuti permohonan dimaksud, Tersangka BK lalu ditunjuk sebagai salah satu personil untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri,” tuturnya.

Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW dilingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan Tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.

“Dalam perjalanan kasusnya, ES dan HW lalu ditetapkan sebagai Tersangka oleh Bareksrim Polri. Terkait penetapan status Tersangka ini, atas saran lanjutan dari Tersangka BK maka ES dan HW mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” terangnya.

Sambungnya, dengan saran tersebut, Tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 Miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya. Selama proses pengajuan pra peradilan, diduga Tersangka BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan pra peradilan, sehingga Hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan Tersangka tidak sah.

“Tersangka BK, sekitar bulan Desember 2016 juga diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh Tersangka BK,”  katanya.

Sekitar April 2021, ES dan HW kembali ditetapkan sebagai Tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama. Diduga Tersangka BK kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 Miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO Penyidik Bareskrim Mabes Polri.

“Selain itu, Tersangka BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp50 Miliar,” tutupnya.

Foto: Pasha Yudha Ernowo InfoPublik.id