Bacalah Penjelasan dan Naskah Akademik KUHP Baru sebelum Mengkritisi

:


Oleh Untung S, Rabu, 14 Desember 2022 | 09:51 WIB - Redaktur: Untung S - 530


Serang, InfoPublik – Sejumlah ahli hukum pidana yang turut menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR RI 6 Desember 2022 lalu, meminta semua pihak membaca dengan cermat isi KUHP beserta penjelasan dan naskah akademiknya sebelum menyampaikan kritik atas KUHP produk bangsa Indonesia itu.

Hal tersebut ditegaskan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., MH., Ph.D, saat Sosialisasi KUHP yang digelar Direktorat Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Ditjen IKP Kominfo) di Gedung Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang, Banten pada Selasa (13/12/2022).

Prof Topo menjelaskan KUHP baru yang terdiri dari 624 pasal itu, sudah digagas oleh Indonesia sejak 1946 dan mulai terlihat cukup serius pada dekade 1960-an, sehingga tidak tiba-tiba saja KUHP tersebut muncul.

“Sejak 1960 an sudah digelar ratusan bahkan ribuan pertemuan dan dialog guna pembahasan pasal per pasal, tidak terhitung jumlah pembahasannya, nah saya yang pada 2019 diminta ikut oleh Kementerian Hukum dan Hak Asa Manusia (Kemenkumham) menyusun, sampai disahkan, itu puluhan kota kita sambangi,” jelas Prof Topo.

Menurut Prof Topo, itu belum termasuk dirinya dan tim yang menghadiri berbagai dialok, diskusi hingga menerima audiensi di Kemenkumhan dari berbagai kalangan. Mulai akademisi, advokat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga organisasi masyarakat (Ormas).

Semua masukan itu, kata Prof Topo lagi, sangat banyak yang diakomodir dan membuat sejumlah pasal atau penjelasan juga naskah akademik di KUHP dirubah hingga dihapus.

“Sehingga sebagai negara demokrasi tentu wajar ada pro kontra, kritik dan saran, karena di dunia tidak ada aturan hukum yang 100 persen sempurna dan disetujui oleh semua warganya,” ujar Prof Topo.

Karena itulah, Prof Topo meminta kepada semua pihak yang masih tidak setuju atau kurang sepemahaman dengan disahkannya KUHP itu, sebagai negara demokrasi berlandaskan hukum maka disalurkan lewat hukum yakni melalui judicial review.

“Saya menyarankan sebelum mengkritik atau mengajukan judicial review, silahkan baca dengan cermat pasal per pasal, penjelasan juga naskah akademiknya, sehingga tidak asal tidak setuju,” tuturnya.

Sementara itu, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H, dalam paparannya menyatakan sejumlah isu-isu krusial di dalam KUHP terus berkembang seiring waktu, namun sebenarnya itu bersifat subjektif.

Dari 14 pasal krusial yang ia identifikasi, semua berkembang sangat dinamis setiap saat, misalnya isu soal unjuk rasa yang menyebabkan kerusuhan, baru akhir-akhir ini muncul.

“Kalau kita baca penjelasan dan naskah akademik pada pasal-pasal krusial yang menjadi perdebatan publik, sebenarnya sudah sangat jelas dan gamblang bagaimana aturan hukumnya,” kata Dr Surastini.

Menurutnya, sejumlah pasal di KUHP baru, ada yang dihapus dan ditambahkan karena berdasarkan masukan berbagai pihak dan ahli hukum, sebagain pasal dan aturan itu sebaiknya diatur dalam peraturan daerah (perda). Itulah bentuk penyusuan KUHP yang sangat  demokratis.

Hal senada disampaikan Akademisi Fakultas Hukum Untirta, Dr. Rena Yulia, S.H., M.H. menurutnya KUHP yang baru disusun berdasarkan tiga paradigma yakni korektif, rehabilitatif dan restorative.

“Keadilan korektif bagi pelaku, rehabilitatif bagi pelaku dan korban serta restorative untuk pemulihan korban kejahatan pidana itu, nah itu yang diakomodasi dalam KUHP baru sehingga sangat berbeda dengan KUHP produk kolonial,” katanya.

Webinar Sosialisasi KUHP di Fakultas Hukum Untirta, Serang, Banten itu dilaksanakan secara hibrida (luring dan daring) dengan dihadiri sekitar 300 peserta, kombinasi daring dan luring.

Peserta merupakan perwakilan dari Aparat Penegak Hukum (APH), akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers/media, organisasi profesi hukum, kelompok pemuka agama, organisasi masyarakat, mahasiswa dan organisasi mahasiswa.

Webinar kali ini dibuka langsung oleh Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Ditjen IKP, Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan, serta dihadiri Dekan Fakultas Hukum Untirta, Dr. Agus Prihartono, S.H., M.H.

Foto: Untung Sutomo/Itimewa