KPK Pantau Rantai Bisnis Pertambangan yang Berpotensi Terjadinya Korupsi

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 30 November 2022 | 13:50 WIB - Redaktur: Untung S - 133


Jakarta, InfoPublik - Rantai bisnis pertambangan dimulai dari proses penambangan, penampungan (stockpile), distributor, dan user. Pada rangkaian tersebut akan menimbulkan rantai bisnis yang tentunya harus memiliki legalitas.

Sayangnya, hal itu belum berjalan karena dalam beberapa kasus yang ditemukan legalitas dari rantai bisnis tersebut masih setengah-setengah.

Hal itu diungkapkan Nurul Ghufron, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu, (30/11/2022).

“Kadang ada yang legal di titik penambangan tapi di titik stockpile dicampur dari sumber tidak legal. Ini perlu ditata dimana legalitas penampungan harus ada, legalitas stockpile harus ada. Kemudian rantai transportasi lebih lanjut perlu ditata,” ujar Ghufron.

Baginya, dengan tata kelola yang baik, maka akan memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dan Pemda dalam melakukan kontrol pada aspek lingkungan. Di sisi lain, Pemda juga akan mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih akuntabel.

Jika tidak dilakukan penataan, maka Ghufron memprediksi akan mengakibatkan dua hal. Dari sisi lingkungan tentu akan rusak dan Pemda tidak mampu mengontrol karena banyak pertambangan illegal yang beroperasi. Kedua, akan menilbulkan masalah moral hazard seperti para penambang illegal yang akan memberikan suap kepada aparatur negara agar bisnisnya berjalan.

“KPK fokus kepada bagaimana agar potensi daerah yang berupa mineral bukan logam dan batuan memberikan manfaat dan tidak menimbulkan musibah atau bencana. Kami berharap penataan pertambangan ini kemudian mengedepankan dan menghasilkan dua hal yaitu PAD akuntabel dan lingkungannya dilindungi,” jelasnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan apresiasi kepada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK yang menyelenggarakan seminar perbaikan tata kelola pertambangan untuk daerah Jateng dan DIY. Ganjar berharap para kepala daerah baik Bupati dan Walikota dapat jujur tentang kendala yang selama ini terjadi.

Menurutnya, persoalan pertambangan illegal di lapangan memang sudah masuk ke dalam tahap mengkhawatirkan. Sehingga diperlukan kerja sama dari seluruh pihak baik Pemda, Pemerintah Pusat, dan Aparat Penegak Hukum,  untuk membentuk sebuah tata kelola yang dapat memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak.

Hingga 18 Agustus 2022, untuk wilayah Jawa Tengah terdapat 447 dokumen permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan sebanyak 85 dokumen belum selesai dievaluasi. Juga, terdapat 300 dokumen permohonan perizinan yang belum selesai dievaluasi, 5 dokumen menunggu diterbitkan, dan 656 dokumen tanggapan atau persetujuan teknis di tahun 2022.

“Maka sebenarnya di kesempatan kali ini saya usul konkret saja. Kita kasih nomor telepon untuk (masyarakat) melaporkan setelahnya kita gerebek bareng. Kita kasih batas waktu dan jika hingga sampai batas waktu tidak ada perbaikan maka kita (lakukan) penegakan hukum,” kata Ganjar.

Di sisi lain, dalam menindak pertambangan illegal maka tidak serta merta menggunakan cara kekerasan dan perlu dicarikan jalan keluar. Sebelum menutup tambang illegal, Ganjar berujar harus disiapkan terlebih dahulu transisi, transformasi, dan edukasinya kepada masyarakat.

Jika hal itu berjalan, Ganjar meyakini desa yang dieksploitasi sumber daya alamnya akan maju karena dia akan mendapatkan kick back berupa legal dari pemerintah. “Ini duit gede, ini cerita uang besar sekali. Kalau kita tidak bisa menyelesaikan yang rugi adalah rakyat,” tutupnya.

Foto: Dok KPK