Pemerintah dan DPR Sepakati Pasal-Pasal Krusial RKUHP

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 30 November 2022 | 11:45 WIB - Redaktur: Untung S - 401


Jakarta, InfoPublik - Sejumlah pasal krusial dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) telah disepakati pemerintah dan DPR, untuk dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Pasal-pasal itu seperti living law, pidana mati, penghinaan terhadap pemerintah, narkotika, dan kohabitasi (tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan).

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, melalui keterangan tertulisnya, Senin (28/11/2022).

Pertama, perihal living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat.

Menurut wamenkumham yang biasa disapa Eddy,  DPR RI meminta adanya pasal yang bisa dijadikan sebagai pedoman untuk penyusunan peraturan daerah (perda).

Kedua, yakni pasal mengenai pidana mati.

Menurut Eddy, dalam RKUHP ini, hakim tidak bisa langsung memvonis pidana mati. 

"Perkembangan sangat berarti bagi HAM yaitu pidana mati, jadi dengan diberlakukan KUHP baru, pidana mati selalu dijatuhkan secara alternatif dengan percobaan, artinya hakim tak bisa langsung memutuskan pidana mati, tapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun," katanya.

Eddy menegaskan, jika dengan jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati diubah pidana seumur hidup, atau pidana 20 tahun.

Pasal lainnya yang disepakati mengenai penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.

Eddy mengatakan, pasal penghinaan terhadap pemerintah menjadi delik aduan.

Pemerintah yang dimaksud adalah presiden dan wakil presiden. Sementara lembaga negara yang dimaksud yakni DPR, MPR, DPD,  MA, dan MK.

"Hal lain yang penting diketahui, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu dihapuskan, itu kemudian kami tambahkan ada pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah, yang itu juga sangat dibatasi, bahwa pemerintah di sini adalah lembaga kepresidenan," katanya.

Sementara penghinaan terhadap lembaga negara itu, terbatas legislatif yaitu DPR MPR DPD, sementara terhadap yudikatif hanya dibatasi untuk MA dan MK dan itu delik aduan.

Sedangkan terkait kejahatan narkotika, RKUHP tidak akan secara khusus mengaturnya.

Eddy menyatakan, hal itu lantaran kejahatan narkotika akan secara khusus diatur dalam UU Narkotika yang saat ini sedang dalam pembahasan di DPR.

"Kemudian terkait kohabitasi, ini ada win win solution. Pasal itu ada, kemudian ada dalam penjelasan bahwa dengan berlakunya pasal ini maka semua peraturan perundang-undangan di bawah KUHP yang berkaitan dengan kohabitasi itu dinyatakan tidak berlaku," ungkap Eddy.

Eddy menambahkan, Pemerintah dan DPR juga sepakat menghapus pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE).

Menurut Eddy, hal ini merupakan kabar baik bagi iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia.

"Untuk tidak terjadi disparitas dan gap maka ketentuan-ketentuan di dalam itu, kami masukkan ke dalam RKUHP tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian yang dengan sendirinya mencabut ketentuan-ketentuan pidana khususnya pasal 27 dan pasal 28 yang ada dalam UU ITE," urainya.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI bersama pemerintah yang diwakili Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dilanjutkan pada pembahasan selanjutnya untuk disahkan menjadi undang-undang pada sidang paripurna DPR RI terdekat.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dalam rapat kerja dengan DPR RI. Foto: kemenkumham.go.id