Pakar Komunikasi: Keterbukaan Informasi Publik Jadi Tuntutan dan Keniscayaan Sejarah

:


Oleh Eko Budiono, Senin, 19 September 2022 | 16:19 WIB - Redaktur: Untung S - 256


Jakarta, InfoPublik - Keterbukaan infomasi publik dan partisipasi politik menjadi tuntutan teknologi dan keniscayaan sejarah di era demokrasi, sehingga dapat menciptakan sistem pemerintahan yang bersih.
 
Konsekuensinya, penyimpangan di badan publik yakni korupsi serta inefisiensi anggaran bisa dicegah. 
 
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Komunikasi dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Profesor Henri Subiakto, dalam Webinar bertema "Keterbukaan Informasi Publik dan Peningkatan Partisipasi Politik Warga", yang digelar Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Ditjen IKP Kominfo), bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin (19/9/2022).
 
Menurut Prof Henri, saat ini kondisi masyarakat sudah lebih terbuka dibanding era sebelumnya, apalagi sudah ada dukungan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008.
 
"Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada demokrasi kita sudah punya infrastrukturnya yaitu UU KIP," kata Prof Henri. 
 
Menurutnya, melalui keterbukaan informasi publik juga akan membuat para penyelenggaara negara baik di ekskutif, maupun legislatif semakin mudah untuk menyampaikan informasi.
 
"Keterbukaan informasi telah  menjadi  keharusan karena kalau tidak terbuka masyarakat akan bertanya-tanya," katanya.
 
Prof Henri menambahkan, saat ini ratusan juta orang telah terhubung dengan internet sehingga dapat menjadi sumber informas yang menarik.
 
"Sekarang nyaris semua warga bisa memiliki media baik seperti melalui podcast sehingga keragaman konten naik," katanya.
 
Sementara itu, akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Nur Mahmudah, menyoroti perlunya peningkatan partipasi perempuan dalam politik.
 
"Sosialisasi oleh partai politik, pemerintah, dan tokoh agama serta masyarakat berperan penting untuk meningkatkan partisipasi perempuan di politik," kata Nur.
 
Partisipasi politik untuk perempuan, kata Nur, perlu terus dimaksimalkan apalagi berdasarkan survei indeks literasi digital kaum  perempuan mencapai 56,6 persen.
 
"Penyadaran politik khususnya perempuan tidak datang dengan sendirinya, tapi perlu pendidikan politik dan sosialisasi seperti dari partai politik, pemerintah, tokoh agama dan masyarakat," urainya.
 
Nur menyebutkan, ada tipe masyarakat yang apatis atau bersikap acuh terhadap persoalan di sekitarnya.
 
Padahal setiap hari disuguhkan dengan data ada banyak  tindakan kekerasan seksual.
" Jadi ada harus ada kesadaran politik yang perlu dibangun oleh warga negara dan  ini memerlukan kerja keras dan upaya dari berbagai pihak," katanya. 
 
Nur menambahkan, melalui sinergi semua pemangku kepentingan baik pemerintah, perguruan tinggi, dan tokoh masyarakat maka dapat terwujud  peningkatan partisipasi perempuan di politik.
 
Foto: You Tube DJIKP