Lukas Enembe Dijerat Sangkaan Korupsi karena Temuan dan Fakta Hukum

:


Oleh Yudi Rahmat, Senin, 19 September 2022 | 19:22 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 265


Jakarta, InfoPublik - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka tidak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah berdasarkan temuan dan fakta hukum.

"Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politiik, tidak ada kaitanya dengan parpol, atau pejabat tertentu, mereka merupakan temuan dan fakta hukum," tegas Mahfud, Senin(19/9/2022) di Jakarta.

Mahfud pun mengungkapkan ada tiga alasan penetapan tersangka tersebut, pertama, bahwa dugaan korupsi yang dijatuhkan yang kemudian statusnya menjadi tersangka, bukan hanya terkait gratifikasi Rp1 miliar. Namun juga adanya laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang dugaan tindak pidana korupsi dan ketidakwajaran dari penyimpangan dan pengelolaan uang sebesar ratusan miliar. Bersamaan 12 kasus analisis yang disampaikan PPATK.

Kedua, berdasarkan analisasis PPATK, saat ini ada pemblokiran dan penghentian transaksi keangan sebanyak Rp71 miliar. "Jadi bukan hanya Rp1 miliar rupiah yang disampaikan mereka (PPATK)," ujar Mahfud.

Ketiga ada kasus-kasus lain yang sedang di dalami KPK dan punya keterkaitkaitan. Misalnya ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, adanya manager pencucian uang yang dilakukan dan dimiliki Lukas Enembe.

"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama ini tidak berhasil melakukan pemeriksaan. Sehingga BPK lebih banyak disclaimer atas kasus keuangan di Papua tersebut. Oleh sebab itu bukti-bukti hukum mencari jalannya sendiri maka ditemukanlah kasus-kasus tersebut," ujar Mahfud.

Temuan artikel

Kemudian temuan lainnya, sebuah artikel yang beredar yang mengatasnamakan pendeta Dr. Age Socrates Yuman menyebutkan bahwa Lukas pada Maret 2019 berobat dan tinggal di Jakarta karena Covid-19. Karena itu pada Mei 2019, ada permintaantransfer dana sebesar Rp1 miliar melalui BCA.

Kajadian ini sangat tidak logis, karena pandemi COVID-19 terjadi pada 2020.

"Sehingga sangat menyesatkan publik seakan-akan transfer Rp1 miliar itu terjadi pada saat Covid-19. Padahal pembatasan kegiatan karena pandemi terjadi pada 2020," katanya.

Menko Polhukam pun meminta Lukas Enembe datang memenuhi panggilan KPK untuk melakukan klarifikasi terhadap kasusnya. Jika tidak terbukti, pemerintah tentu akan menjamin, dan menghentikan kasusnya. Namun jika ada bukti tentu harus dipertanggungjawabkan.

"Kita sudah bersepakat membangun Papua yang bersih dan damai sebagai bagian program pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.

sumber foto : Tayangan Kanal Youtube Kemenko Polhukam