Banyak Problematika Kasus Pelecehan Seksual, APH Dituntut Jeli

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Selasa, 6 September 2022 | 16:24 WIB - Redaktur: Untung S - 275


Bandar Lampung, InfoPublik - Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Syamsul Arief, mengatakan menghadapi kasus pelecehan seksual baik asusila yang dilakukan di tempat tertutup maupun terbuka, termasuk yang viral di transportasi umum, memerlukan berbagai tindakan yang menuntut kejelian seluruh aparat penegak hukum (APH).

Ada tiga alat bukti ada dalam KUHAP yang bisa dijadikan petunjuk, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa.

“Keterangan terdakwa itu terakhir, dan jika sampai pelaku tidak mengakui akan susah. APH yang cerdas tahu memang sulit membuktikan, tapi di KUHAP ada bukti pentunjuk. Misalnya ada melihat korban anak naik motor dengan pamannya, itu bisa diperiksa di pengadilan,” ungkap Arief, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Selasa (6/9/2022).

Lanjutnya, alibi bisa dicek. Melalui visum ada dalam ilmu otopsi, diperiksa kapan dan berapa kali. Bukti visum itu dijadikan bukti petunjuk. Penyidik harusnya bisa menyajikan suatu data, untuk diberikan kepada hakim, karena yang bisa menggunakan bukti petunjuk itu hanya hakim.

“Saya pernah ketemu kasus pembunuhan tanpa ada yang melihat, tapi saya menarik berbagai petunjuk, sehingga tahu siapa yang melakukan. Kejadian asusila anak, melapor salah, tidak melapor salah. Seakan diperkosa dua kali, termasuk saat pemeriksaan. Mengejar bukti itu harus akurat. Saya berkoordinasi dengan APH untuk menemukan bukti dari petunjuk,” beber Arief.

Arief menjelaskan, bullying di lingkungan sekolah, di mana korban dan pelaku adalah anak. Sekolah sudah berusaha semaksimal mungkin, namun terganjal aturan. Arief prihatin dengan adanya perudungan, tindakan keji anak-anak ini dilakukan karena ada pengaruh teman.

Bullying itu, menurutnya tantangan bersama untuk guru, karena yang sulit itu bukan menyampaikan pelajaran, tapi menanamkan karakter. Walaupun tidak bisa disalahkan, karena guru juga tidak mendapat materi terkait bullying di kurikulum.

"Sekali anak kena bullying itu luar biasa, karena efeknya sampai dewasa. Bullying tidak cuma fisik, tapi juga terjadi di dunia maya," jelasnya.

"Saya menemukan kasus pemerasan, kenalan di media sosial, berhubungan seksual direkam, minta duit. Ketika tidak diberikan, disebarkan. Untuk itu perlu dibuat kurikulum antibullying. Sehingga tidak ada kasus tersebut naik ke pengadilan, karena akan repot. Korban anak, pelaku anak, orang tua susah,” jelas Arief lagi.

Foto: Dok Komisi Yudisial