Pemerintah Membangun Papua dengan Pendekatan Kesejahteraan dan Dialog

:


Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 27 Mei 2021 | 21:05 WIB - Redaktur: Untung S - 208


Jakarta, InfoPublik - Menteri Koordinador Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali menegaskan bahwa pemerintah membangun Papua dengan pendekatan kesejahteraan dan dialog.

"Sebagian besar warga Papua juga menyatakan mendukung pembangunan di Papua, juga mengharapkan Papua dibangun dengan damai," tegas Mahfud MD dalam acara dialog tentang Papua dengan dengan melibatkan unsur yang lebih luas dan beragam, yang diselenggarakan Kemenko Polhukam, di Jakarta, Kamis (27/52021).

Mahfud menegaskan, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) bekerja sama dengan sejumlah universitas, 92 persen warga Papua pro NKRI dan mendukung pembangunan di Papua. “Sebanyak 82 persen setuju Otsus, 10 persen menyatakan terserah pemerintah, berarti setuju juga, dan sisanya 8 persen yang menolak,” lanjut Mahfud.

“Nah, sisanya yang kecil 8 persen itu terbagi tiga yakni bergerak di jalur politik, klandestin, dan KKB. Yang paling kecil yakni KKB ini, inilah yang dihadapi dengan penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme. Jadi yang dihadapi adalah KKB Egianus Kagoya, KKB Lekagak Talenggen, KKB Militer Murib, dan kelompok lain lagi, jadi bukan KKB Papua,” tegas Mahfud.

Kepala KSP Moeldoko juga menyatakan pandangannya. Menurutnya, komitmen Presiden dalam membangun Papua sangat tinggi. “Presiden mana yang pernah berkunjung ke Papua sampai 17 kali. Belum ada, baru di masa Presiden Jokowi ini hal itu terjadi, karena beliau sungguh ingin Papua maju dan damai,” ujar Moeldoko.

Silaturahmi kebangsaan berjudul “Membangun Papua yang Damai dengan Berbagai Program” ini dihadiri antara lain Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab, tokoh LSM seperti Haris Azhar (Lokataru), Tokoh senior Papua seperti Freddy Numberi, Yorrys Raweyai, dan Michael Manufandu, peneliti LIPI Adriana Elisabeth, akademisi seperti Hikmahanto Juwana dan Rhenald Kasali.

Hadir pula tokoh-tokoh agama, seperti Sekretaris Umum PGI Jacklevyn Manuputty, Ketua PBNU Marsudi Syuhud, dan Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.

Dari kalangan pemerintah hadir Kepala BNPT Boy Rafli Amar, pimpinan Polri, TNI, BIN, dan beberapa perwakilan Kementerian dan Lembaga.

Dalam sesi dialog, guru besar hukum internasional Prof Hikmahanto Juwana sependapat dengan Mahfud MD, bahwa Papua bagian dari NKRI dan itu sudah final. “Kita membangun Papua karena Papua bagian dari Indonesia,” tegasnya.

Hikmahanto mendukung bahwa kelompok kriminal bersenjata (KKB), masuk klasifikasi teroris, dan dapat ditekenai UU Terorisme. “Kalau KKB melakukan kekerasan, kita harus lawan,” ujarnya.

Mewakili kalangan gereja Jacklevyn Manuputty, mengatakan gereja tidak bisa dipisahkan dalam menyelesaikan permasalahan Papua. Diingatkan, pemerintah perlu memiliki narasi agar dapat menyentuh hati masyarakat Papua. “Persoalan Papua juga persoalan gereja, sehingga gereja harus dilibatkan dalam menyelesaikan masalah papua,” ujar Jaklevyn.

Di sisi lain, Haris Azhar mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan kondisi pengungsi di Ilaga dan Ndunga. “Perlu juga ada pendampingan dari BPK agar tidak terjadi penyelewengan anggaran,” ujar Haris. Masalah sumber daya manusia juga tak kalah pentingnya untuk mendapat perhatian pemerintah.

Sementara tokoh Papua Yorrys Raweyai mengatakan, selama Papua bergabung dengan NKRI sejak 58 tahun silam, masalah Papua terus muncul. “Berarti ini ada problem “ katanya.

Menurut Yorrys masalahnya ada pada narasi terkait Papua yang berbeda-beda, sehingga pemahaman terkait Papua, khususnya untuk generasi baru, tidak sama. “Marilah kita rapatkan barisan. Kita satukan narasi dan diksi untuk menyatukan tekad menghadapi tantangan-tantangan di Papua,” ujar Yorrys.

Menyinggung penggunaan dana Otsus, Yorrys menyebut perlu adanya variabel-variabel yang bisa dipertanggungjawabkan ke publik.

Hal itu juga disinggung mantan Gubernur Papua Freddy Numberi, yang mengisyaratkan ada perlakuan beda pada tindak pidana korupsi di Papua. Ia juga mengusulkan agar proses pemilihan kepala daerah di Papua dievaluasi untuk meminimalisir ketidakpuasan antar kelompok dan suku.

(Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam)