Rumah Detensi Imigrasi Makasar Deportasi Tiga WNA asal Sri Lanka

:


Oleh Eko Budiono, Jumat, 21 Mei 2021 | 17:27 WIB - Redaktur: Untung S - 204


Jakarta, InfoPublik - Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Makassar mendeportasi tiga warga negara asing (WNA) Sri Lanka berinisial KR (30), KS (25), dan IYS (26), karena melakukan pelanggaran berat dan memenuhi semua unsur pendeportasian.

Hal itu disampaikan Kepala Rudenim Makassar, Alimuddin, melalui keterangan tertulisnya Jumat (21/5/2021).

Menurut Alimuddin, ketiga WNA Sri Lanka itu dikawal ketat enam anggota untuk pemulangan langsung ke negara asalnya melalui Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.

"Setelah semua berkas administrasi untuk deportasi selesai dan dinyatakan lengkap kemudian ketiganya langsung kita antar ke bandara untuk pemulangan," ujar Alimuddin.

Pemulangan ketiga WNA Sril Lanka itu melalui Bandara Internasonal Sultan Hasanuddin Makassar menggunakan pesawat Citilink QG2103, menuju Jakarta kemudian dilanjutkan menggunakan pesawat Singapore Airlines SQ957 dengan transit Singapura kemudian Kolombo, Sri Lanka.

Alimuddin menegaskan, pelanggaran yang dilakukan ketiga WNA Sri Lanka karena melakukan perjalanan wisata berkeliling daerah di Indonesia.

Padahal, kata Alimuddin, ketiganya baru mengajukan status pengungsi atau pencari suaka politik. Setelah memperoleh surat pertimbangan untuk memperoleh status pengungsi yang diterbitkan oleh UNHCR atau Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi, ketiganya kemudian berwisata ke beberapa daerah.

"Ketiganya masih status asylum seeker atau seseorang yang masih dalam pertimbangan untuk memperoleh status pengungsi yang diterbitkan oleh UNHCR.  Tetapi mereka malah melakukan pelanggaran dan akhirnya dibatalkan kemudian dideportasi," kata Alimuddin.

Alimuddin menyatakan, ketiga WNA Sri Lanka didapati sedang menginap di salah satu hotel di Kota Maros.

Ketiganya salah mengartikan surat tersebut, dan beranggapan dengan surat itu bebas untuk bepergian di wilayah Indonesia.

"Padahal surat tersebut hanyalah bukti bahwa mereka sementara dipertimbangkan oleh UNHCR untuk mendapatkan status pengungsi dan dilindungi untuk tidak dipulangkan secara paksa karena kemanusiaan, bukan serta merta mereka bebas keliling Indonesia," ujar Alimuddin.

Ia mengatakan berdasarkan keterangan, sebelum dari Maros dan Makassar mereka telah mendatangi Medan dan Papua dengan tujuan wisata.

Pada 4 April 2021 mereka diamankan Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, setelah didapati berada di salah satu hotel di Kota Maros.

"Divisi Keimigrasian menyerahkan mereka ke Rudenim Makassar, selanjutnya kami lakukan koordinasi ke pimpinan dan UNHCR yang akhirnya pada tanggal 5 Mei 2021 UNHCR mengeluarkan surat penarikan status pencari suaka terhadap mereka," ucap Alimuddin.

Alimuddin menyatakan, karena kasus mereka telah ditutup UNHCR, maka mereka bukan lagi pencari suaka atau asylum seeker, sehingga Rudenim dapat melakukan pendeportasian.

(Foto: ANTARA)