Virtual Police Upaya Edukasi dan Cegah Pelanggaran UU ITE

:


Oleh Jhon Rico, Kamis, 1 April 2021 | 18:18 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 484


Jakarta, InfoPublik- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara resmi mengeluarkan Virtual Police yang diprakarsai oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Kabag Penerangan Umum Divhumas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan menyatakan tujuan Virtual Police adalah dalam rangka pencegahan, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Namun ini ada batasanya. Virtual Police ini untuk kasus- kasus yang merupakan ujaran kebencian yang berdampak menciptakan perpecahan dan kegaduhan," kata Ahmad Ramadhan dalam acara Webinar Forum Literasi Hukum dan HAM Digital dengan tema "Hidup 100 Persen di Masa Pandemi: Bebas Hoaks dan Narkoba", Kamis (1/4/2021)

Ia menegaskan bahwa Virtual Police tidak hanya memperingatkan, tetapi juga memberikan edukasi dan pelajaran kepada pemilik akun untuk tidak memposting hal- hal bisa melakukan tindak pidana.

"Jadi kita melakukan upaya- upaya preemtif dan preventif, dimana penegakan hukum merupakan upaya terakhir yang kita lakukan, bila upaya- upaya preventif ini belum optimal," ujar dia.

Ia menjelaskan, cara kerjanya adalah jika police siber menemukan akun- akun yang melakukan postingan yang berpotensi menyebarkan ujaran kebencian, tidak akan langsung diberikan teguran. Polisi akan terlebih dahulu melakukan verifikasi.

"Tentunya verifikasi ini melibatkan beberapa ahli diantaranya ahli bahasa, ahli IT, juga ahli hukum pidana. Ketika telah memenuhi verifikasi, langkah berikutnya adalah peringatan terhadap pemilik akun," jelas Ramadhan.

Petugas pun memberikan waktu 1x24 jam yang bertujuan agar postingan tersebut dapat dikoreksi atau dihapus oleh pemilik akun. "Jadi ada waktu 1x24 jam yang kita berikan kepada pemilik akun tersebut," ujar dia.

Namun, apabila dalam waktu tersebut pemilik akun tidak melakukan koreksi atau menghapus postinganya, virtual Police akan memberikan teguran yang kedua.

"Jika peringatan yang kedua tidak diindahkan maka dilakukan tindakan lanjutan berupa klarifikasi atau memanggil yang bersangkutan," tegas dia. Virtual Police mempunyai konsep memberikan edukasi kepada masyarakat. Sebab tidak semua masyarakat tahu apa yang diposting di media sosial bisa melanggar tindak pidana.

"Bisa saja yang bersangkutan hanya mengirim kembali atau merepos apa yang dia terima. Pasalnya, ada beberapa akun yang ditemukan dan mengaku tidak sengaja menyebarkan berita bohong," jelas dia.

Disinilah tugas Virtual Police untuk memberikan penjelasan bahwa apa yang diposting adalah berita hoaks yang berpotensi membuat kegaduhan dan melanggar tindak pidana.

Terkait kasus UU ITE, Ahmad Ramadhan menyatakan berdasarkan data, kasus yang ditangani Polri selama tiga tahun terakhir mengalami kenaikan.

"Di tahun 2018 ada 4.360 kasus yang ditangani oleh Polri. Tahun berikutnya 2019 meningkat menjadi 4.586, dan ditahun berikutnya di 2020 meningkat lagi menjadi 4.790 kasus," papar dia.

Dari kasus tersebut, yang mendominasi adalah kasus pencemaran nama baik. Dimana pada 2018 ada 1.258 kasus, 2019 ada 1.337 kasus dan tahun 2020 ada 1.790 kasus.

Sedangkan untuk berita bohong pada 2018 ada sekitar 60 kasus, 2019 ada 97 kasus dan di 2020 ada 197 kasus.

Menurut dia, pada 2018 dan 2019 wilayah hukum Polda Metro Jaya paling banyak menangani kasus Undang- Undang ITE. Sedangkan pada 2020, wilayah hukum Polda Jawa Barat yang paling banyak menangani kasus UU ITE.