MK Tolak Gugatan terhadap UU Penyiaran terkait OTT

:


Oleh Taofiq Rauf, Kamis, 14 Januari 2021 | 14:14 WIB - Redaktur: Elvira - 277


Jakarta, InfoPublik - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan perkara Constitutional Review No. 39/PUU-XVIII/2020 terhadap UU Penyiaran terkait over-the-top (OTT). Keputusan ini dikeluarkan pada Kamis (14/1/2021).

Pemohon pada perkara ini adalah PT. Visi Citra Mitra Mulia (INEWS TV) dan PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI).

Amar putusan dari objek pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) Terhadap UUD 1945 adalah menolak permohonan dari para pemohon untuk seluruhnya.

Hakim diketuai oleh Ketua MK Anwar Usman dengan anggota Aswanto, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul.

Pertimbangan Majelis Hakim menguatkan dalil-dalil yang disampaikan pemerintah antara lain:
1. Permohonan Para Pemohon untuk menambahkan pengaturan internet dalam Pasal 1 angka 2 UU        Penyiaran tanpa mengubah keseleluruhan UU Penyiaran justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum, mengingat OTT memiliki karakter yang berbeda dengan penyiaran konvensional.

2. OTT tidak dapat disamakan dengan penyiaran hanya dengan menambahkan pengertian atau defenisi penyiaran dengan frasa baru karena internet bukan media dalam pemancarluasan siaran dalam sistem telekomunikasi dasar.

3. Internet berbeda dengan penyiaran konvensional, internet merupakan kumpulan perangkat yang saling terhubung melalui sistem protokol internet atau IP sehingga karakteristik internet berbeda dengan penyiaran sehingga tidak ada korelasi antara tidak diaturnya OTT dengan diskriminasi dalam Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran, dengan demikian Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran unsur-unsurnya tidak bersifat multitafsir karena merupakan basis pengaturan penyiaran konvensional.

4. Dalil Para Pemohon yang menyatakan tidak adanya pengawasan OTT merupakan dalil yang tidak berdasar karena pengawasan terhadap konten yang disalurkan di internet tunduk pada UU ITE. Dimana masyarakat dan lembaga negara lainnya (polisi, jaksa, kementerian terkait) dapat mengajukan permohonan pemblokiran terhadap konten negatif kepada Kemkominfo.

5. Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, Mahkamah berkesimpulan:

- Mahkamah berwenang mengadili perkara a quo.

- Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan Permohonan a quo.

- Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

- Amar putusan: Menolak Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.